Friday, February 15, 2008

Wanita IRAN Pasca Revolusi


Ali Pahlevani Rad
Anggota The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) dan Sekjen Asosiasi Persahabatan Indonesia-Iran

Kehadiran Ayatullah Khomeini yang tampil dengan gagasan revolusioner, antiimperialisme, menjunjung tinggi nasionalisme, dan ajaran Islam pada dekade 1980-an membawa perubahan menyeluruh di negara Iran. Selain berhasil mengakhiri tradisi kerajaan sepanjang 2.500 tahun dan menggantinya dengan Republik Islam Iran, revolusi yang dilakukan Khomeini tidak hanya terbatas dalam bidang infrastruktur pemerintahan, melainkan juga memengaruhi nilai-nilai identitas nasional, sosial, politik, dan budaya.

Langkah menjunjung tinggi ajaran Islam ini diperkuat dengan adanya kebijakan dan penerapan hukum guna mengembalikan tatanan masyarakat Iran yang Islami. Kebijakan berupa penutupan klub malam, pelarangan alkohol, perjudian, pornografi, hingga kebijakan dalam bidang sosial, seperti revisi buku, lembaga pendidikan, menunjukkan bagaimana langkah menghapus unsur-unsur yang tidak Islami begitu gencar dilakukan Pemerintahan Iran.

Wanita Iran merupakan kaum yang merasakan pengaruh khusus dari tatanan negara Iran baru yang berlandaskan ajaran Islam. Salah satu bentuk gagasan Khomeini yang revolusioner ialah gagasan yang berbunyi: ''Walaupun pria dan wanita mempunyai hak yang sama, tetapi terdapat perbedaan jasmani dan rohani antara wanita dan pria.''

Perbedaan itulah yang menyebabkan wanita dan pria untuk saling menutupi kekurangan satu sama lain. Salah satu contohnya adalah lingkungan keluarga yang biasanya pria menghabiskan waktu lebih sedikit ketimbang wanita. Maka dari itu revolusi Islam Iran dengan nilai-nilai Islam mencoba untuk meningkatkan peran wanita dalam keluarga.

Para wanita dengan peran keibuan mereka dalam keluarga membesarkan dan mendidik anak-anaknya dan menyumbang pemuda-pemuda yang penuh dengan optimisme kemajuan kepada bangsa dan negara. Angka statistik pun telah menunjukkan kemanjuran peran wanita di keluarga setelah revolusi Islam Iran, yaitu pada 1979 angka pria dan wanita terdidik di Iran mencapai 71 persen dan 42 persen. Tetapi, kini angka tersebut menjadi 98 persen untuk pria dan 97 persen untuk wanita.

Mencapai keberhasilan
Republik Islam Iran yang kini telah berusia 29 tahun telah membuat Pemerintahan Iran mencapai keberhasilan yang begitu penting di tingkat regional, yaitu dengan mendobrak paradigma lama posisi wanita di negara-negara Islam. Paradigma lama memosisikan wanita sebagai harta yang dimiliki pria, yang menempatkan posisi pria lebih tinggi daripada wanita. Akibatnya, hanya kaum pria yang dapat memiliki kekuasaan dalam berbagai bidang, sementara wanita dianggap tidak cocok untuk terjun dan mempunyai peranan dalam berbagai bidang di masyarakat.

Tetapi, revolusi Islam Iran memberikan pemahaman yang berbeda tentang potensi-potensi kaum wanita yang sebenarnya. Dengan kembali kepada ajaran Islam yang luhur, seperti yang dicantumkan dalam syariat Islam, wanita Iran pada hakikatnya telah mendapatkan peranan yang lebih aktif di Republik Islam Iran.

Dengan adanya landasan ideologi mengenai wanita dan perempuan di samping memiliki hak-hak yang sama dapat menutupi kekurangan satu sama lain, yang sesuai dengan hukum Islam, kaum wanita mendapatkan peran dan posisi yang semestinya pada kehidupan berbangsa. Itu memungkinkan peranan wanita yang lebih besar dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, dan kesenian di Iran.

Sebagai contoh, pada bidang sosial kaum wanita selain peran keibuan dalam rumah tangga juga mempunyai peran yang penting dalam kehidupan sosial. Kini terdapat lebih dari 50 persen doktor dan 90 persen tenaga medis Iran dari kalangan wanita.

Wanita Iran pun tak ketinggalan pada bidang ekonomi. Mereka dengan mendirikan Asosiasi Wanita Pengusaha Iran di samping melakukan berbagai kegiatan ekonomi di dalam negeri juga berhasil melakukan kerja sama dengan ikatan wanita pengusaha negara-negara lain. Wanita Iran juga berperan dalam bidang teknologi negaranya dan mereka berpartisipasi secara aktif pada berbagai bidang teknologi canggih di Iran sekalipun teknologi nuklir.

Pada bidang kebudayaan dan kesenian wanita Iran berhasil menyumbang berbagai karya mereka yang sangat berguna bagai kehidupan bangsa Iran sebagaimana tercatat bahwa pada tahun 2006 para wanita Iran telah menulis lebih dari 8.673 judul buku. Hebatnya buku itu telah dipublikasikan dan juga berhasil membuat 473 judul film pada tahun 2005 yang mengikuti berbagai kompetisi internasional.

Pada bidang politik, selain ibu Fatemeh Vaez Javadi yang menjadi wakil presiden Mahmoud Ahmadinejad yang mengunjungi Indonesia beberapa waktu yang lalu. Lalu, mereke menduduki 12 kursi anggota parlemen, lebih dari 2.336 anggota dewan kota dan desa dan satu pertiga pegawai negeri serta 35 persen jabatan pengelola pemerintahan di seluruh Iran diduduki oleh kaum wanita.

Dengan sistem republik Islam yang mengizinkan wanita ikut serta dalam dunia perpolitikan, Iran mendobrak hegemoni negara-negara Timur Tengah yang cenderung hanya menempatkan pria di kursi pemerintahan. Proses demokratisasi telah membuat Pemerintah Iran memberikan aksesibilitas terhadap kaum wanita yang selama ini dianggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di pemerintahan.

Kehadiran para wanita di lembaga kepresidenan, parlemen, serta dewan kota dan desa di seluruh Iran memiliki dampak positif. Yang utama ialah tersalurkannya aspirasi kaum wanita Iran.

Dengan kehadiran para wanita di parlemen, kepekaan yang mereka miliki akan isu-isu yang menyangkut kaumnya tertentu akan lebih tinggi. Dengan kepekaan yang lebih tinggi tersebut, para wanita di parlemen tentunya menjadi lebih aktif dalam memperjuangkan masalah yang menyangkut kepentingan kaum mereka sendiri.

Kehadiran para wanita di parlemen yang didukung rekan-rekan feminis serta lembaga swadaya masyarakat berhasil membuat beberapa perubahan penting. Sebagai contoh perjuangan kaum wanita Iran dalam memperjuangkan hak-hak mereka adalah terjadinya perubahan dari kebijakan yang ada sebelumnya yang cenderung lebih menguntungkan kaum pria.

Pada pertengahan tahun 1990-an terjadi perubahan hukum perceraian yang lebih memihak wanita. Hukum perceraian yang awalnya lebih menguntungkan pria berganti menjadi lebih adil karena memungkinkan istri yang diceraikan mendapatkan ganti rugi atas pekerjaan rumah tangga yang telah dilakukannya.

Perubahan lain yang tak kalah penting mengenai hak kaum wanita juga terjadi dalam bidang pendidikan. Hal ini diwakili dengan dihapuskannya peraturan yang membatasi pemilihan jurusan oleh wanita di tingkat universitas. Para wanita yang sebelumnya tidak dapat mendaftar ke beberapa jurusan di universitas, seperti jurusan hukum karena adanya aturan bahwa jurusan tersebut hanya untuk kaum pria, saat itu sudah dapat mendaftar ke berbagai jurusan yang sesuai dengan kehendak mereka.

Bahkan, kini terdapat universitas yang khusus bagi kaum perempuan di Iran, seperti Universitas Al-Zahra. Dihapuskannya aturan yang mendiskriminasikan kaum wanita Iran dalam mengenyam pendidikan tentunya sejalan dengan landasan persamaan derajat antara pria dan wanita yang tertuang di dalam Alquran dan dipertegas dalam mukadimah Konsitusi Republik Islam Iran.

Sama dalam pendidikan
Dengan adanya penyamarataan dalam bidang pendidikan, akses kaum wanita dalam memasuki universitas dan dunia kerja tentunya menjadi lebih besar. Hal ini terlihat dari data pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa 55 persen mahasiswa di universitas-universitas Iran berjenis kelamin wanita.

Perempuan Iran adalah salah satu kekuatan yang sangat berpengaruh dalam meruntuhkan rezim Shah yang feodal. Tanpa dukungan mereka, nyaris mustahil revolusi akan berhasil.

Mereka berpartisipasi dalam berbagai posisi di pemerintahan maupun swasta, termasuk dalam ketentaraan sebagai staf medis (dokter atau perawat) dan kepolisian. Sifat lain perempuan Iran adalah teguh dan keras dalam mengarungi kehidupan. Ini dibuktikan dengan penaklukan Mount Everest sebagai Muslimah pertama.

Bahkan, perempuan Iran menjadi turis wanita pertama yang ke luar angkasa. Perempuan Iran pun tidak ketinggalan dalam bidang iptek. Sebut saja Prof Nasrin Moazami dari Lembaga Penelitian Ilmu dan Teknologi Iran.

Moazami adalah pelopor pembangunan di bidang penelitian parasitologi dan mikrobiologi. Penelitiannya pada tahun 1986 menemukan bahwa bakteri Bacillus thuringeinsis dapat membunuh larva nyamuk anopheles, aedes, atau culex.

Penemuan besar di bidang bakteri ini adalah bahwa ia punya potensi memberantas penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti malaria, demam berdarah (dengue), dan filariasis. UNDP dan Unesco yang tertarik dengan penemuan Moazami mendirikan pabrik percontohan pada 1990.

Di pabrik percontohan ini ia melakukan persiapan, fermentasi, pengeringan, sampai formasi produk itu yang di kemudian hari disebut bioflash. Dengan kerja keras tanpa kenal lelah, dua tahun lalu pabrik itu memulai produksi dengan kapasitas 100 metrik ton/tahun. Sekitar 20 persen produk ini digunakan oleh Pemerintah Iran dan sisanya siap untuk diekspor. Demikianlah sekilas mengenai kiprah wanita Iran pasca-revolusi 1979.

Ikhtisar:
- Lebih dari 50 persen doktor dan 90 persen tenaga medis Iran dari kalangan wanita.
- Dengan sistem Republik Islam yang mengizinkan wanita ikut serta dalam dunia perpolitikan, Iran mendobrak hegemoni negara-negara Timur Tengah.
- Hingga akhir tahun lalu 55 persen mahasiswa Iran berjenis kelamin wanita.

No comments: