Thursday, July 26, 2007

Mengejar Kemajuan Barat

Amich Alhumami
Peneliti Sosial, Bekerja di Direktorat Agama dan Pendidikan, Bappenas

Hubungan antara sains, teknologi, dan kemajuan ekonomi tak terbantahkan lagi. Namun justru dalam bidang sains dan teknologi itulah, dunia Islam tertinggal dari bangsa-bangsa Barat sehingga terbelakang pula dalam pencapaian ekonomi. Karena itu, para sarjana dan ilmuwan Muslim dituntut mampu bangkit kembali dan bekerja keras untuk mengembalikan supremasi dunia Islam seperti yang pernah dialami sekitar 700 tahun silam.

Pentingnya membangun kembali supremasi sains dan teknologi ini didasarkan pada tiga pertimbangan pokok. Pertama, untuk melepaskan ketergantungan pada bangsa-bangsa Barat dalam penyediaan peralatan teknologi, khususnya pertanian dan industri sebagai dua bidang yang menjadi basis utama dan konsentrasi pembangunan di dunia Islam. Bila tidak, umat Islam di berbagai belahan dunia selamanya akan menjadi importir dan konsumen produk-produk teknologi Barat, yang membawa konsekuensi hilangnya kemandirian dalam menentapkan pilihan-pilihan kebijakan pembangunan.

Kedua, untuk mendorong dan memacu pembangunan ekonomi yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi-knowledge dan technological based economic development, yang menjadi karakteristik dasar dan menandai dinamika perekonomian global. Tanpa menguasai sains dan teknologi secara memadai, dunia Islam akan semakin tertinggal jauh dalam pembangunan ekonomi di era global. Lebih dari itu, dunia Islam hanya akan menjadi pangsa pasar bagi barang-barang perdagangan produksi Barat, yang potensial menciptakan kolonialisme ekonomi baru di zaman modern.

Ketiga, untuk membendung dominasi bangsa-bangsa Barat atas dunia Islam karena mereka memiliki keunggulan yang hampir tak tertandingi di bidang ekonomi yang berbasis iptek. Bayangkan, negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) memiliki jumlah penduduk sebanyak 20 persen dari total populasi dunia, yang kini telah mencapai 6,6 miliar jiwa per Juli 2007. Namun, mereka hanya menguasai sekitar 5-6 persen dari GNP dunia, yang berjumlah sekitar 30 triliun dolar AS. Negara-negara OKI juga hanya menguasai sekitar 6-7 persen saja dari total nilai perdagangan dunia, yang diperkirakan mencapai 10 triliun dolar AS.

Banyak potensi
Tak diragukan lagi, sains dan teknologi, baik dalam bentuk the basic blue-sky research yang dikembangkan di universitas dan laboratorium publik maupun applied research and development yang dikembangkan oleh dunia industri, adalah mesin penggerak pertumbuhan ekonomi di negara-negara Barat. Ahli ekonomi terkemuka Jeffery Sachs (2005) mengemukakan, perbedaan pokok antara negara-negara Barat yang maju dan kaya yang umumnya berada di kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara dengan negara-negara berkembang dan miskin yang umumnya berada di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah yang mayoritas berpenduduk Muslim, terletak pada penguasaan sains dan teknologi.

Ia mencatat, antara tahun 1820 dan 1998 GDP per kapita Eropa Barat dan Amerika-Kanada masing-masing tumbuh rata-rata 1,5 persen dan 1,7 persen per tahun. Sementara Asia, di luar Jepang, dan Afrika hanya tumbuh 0,9 persen dan 0,7 persen saja per tahun. Bayangkan, pendapatan GDP per kapita di negara-negara Eropa Barat yang semula hanya 1.200 dolar AS pada tahun 1820 meningkat secara sangat dramatis menjadi 30 ribu dolar AS pada tahun 1998. Sementara pada periode yang sama, pendapatan GDP per kapita di negara-negara Afrika juga mengalami peningkatan sekalipun tidak terlalu signifikan, dari 400 dolar AS menjadi 1.300 dolar AS.

Ilustrasi lebih detail per negara memperlihatkan fakta yang lebih mencengangkan lagi. Negera-negara kecil di Eropa seperti Denmark, Austria, Belgia, dan Norwegia dengan jumlah penduduk 5 juta sampai 10 juta saja, GDP per tahunnya bervariasi antara 152 miliar dolar AS sampai 248 miliar dolar AS. Bandingkan dengan Pakistan yang berpenduduk 140 juta, Iran 70 juta, dan Saudi Arabia 20 juta, GDP per tahun mereka hanya 58 miliar dolar AS sampai 139 miliar dolar AS. Turki yang berpenduduk 65 juta dengan GDP per tahun sebesar 185 miliar dollar AS merupakan perkecualian. Angka GDP-nya menyamai negara-negara kecil Eropa tersebut. Namun penting dicatat, jumlah penduduk Turki 12 kali lipat lebih banyak dibanding penduduk Denmark dan enam kali lipat dibandingkan penduduk Belgia (Atta-ur-Rahman 2003).

Dunia Islam sesungguhnya mempunyai banyak sekali potensi dan energi yang besar, untuk meraih kemajuan dalam pembangunan ekonomi. Kawasan Asia dan Afrika di mana mayoritas umat Islam berdomisili menyimpan sumber daya alam yang sangat melimpah. Kekayaan alam yang tak terhingga itu mulai dari minyak, gas, emas, berlian, tembaga sampai rempah-rempah, kopi, cokelat, dan berbagai produk pertanian yang lain.

Sosiolog dan sejarawan Muslim legendaris Ibnu Khaldun, dalam karya magnum opus-nya, Muqaddimah, mengatakan bahwa posisi geografis dan kondisi ekologis merupakan keunggulan sekaligus kunci sukses imperium Islam sekitar tujuh abad silam. Ia membagi dunia di belahan utara ekuator menjadi beberapa bagian dan menempatkan Afrika Utara, Timur Tengah, India, dan Cina sebagai wilayah paling subur untuk lahan pertanian, kaya sumber daya alam, dan menjadi jalur strategis perdagangan antarbenua.

Mendapat inspirasi dari Ibnu Khaldun, Jeffery Sachs (2005) membagi kawasan dunia Islam berdasarkan potensi ekonomi menjadi enam wilayah yaitu: Afrika Utara yang mencakup bagian selatan Mediterania, sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Wilayah-wilayah tersebut sesungguhnya menyimpan potensi ekonomi sangat kaya, hanya mereka memerlukan bantuan untuk mengembangkan investasi dasar, khususnya di bidang produksi pertanian, pengembangan industri, dan sumber daya manusia.

Bahkan lima negara di kawasan Afrika Utara (Maroko, Tunisa, Arjazair, Libya, dan Mesir) mempunyai keunggulan komparatif. Kawasan tersebut memililiki iklim yang kondusif dengan jalur transportasi internasional yang menghubungkan mereka dengan perekonomian Eropa serta pasar dunia. Namun, semua potensi dan keunggulan tersebut tidak akan bisa memberi manfaat maksimal bila tak didukung dengan kapasitas institusi, pranata, dan organisasi sosial yang kuat serta instrumen teknologi untuk mengolah dan mengelola sumber daya alam serta menggerakkan pembangunan ekonomi.

Prime mover
Dalam perspektif demikian, tantangan utama ilmuwan-ilmuwan Muslim adalah merumuskan kebijakan-kebijakan strategis dalam pengembangan sains dan teknologi, menyiapkan landasan yang kokoh berupa infrastruktur iptek, dan membangun kapasitas kelembagaan yang mendukung kegiatan penelitian ilmiah dan riset teknologi terapan. Berbagai penelitian kebijakan di bidang iptek itu harus dapat ditransformasikan dalam bentuk kebijakan pembangunan, sehingga dalam jangka panjang memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berbagai studi menunjukkan, iptek yang secara nyata memberi sumbangan besar pada pertumbuhan ekonomi, antara lain, teknologi informasi, semikonduktor, biofuel, genetik dan nanoteknologi, serta teknologi kedokteran dan farmasi untuk kesehatan masyarakat (Athar-Osama 2006). Para ilmuwan Muslim juga ditantang untuk mampu melakukan rekayasa teknologi guna mengatasi problem sosial seperti aneka jenis penyakit berdimensi global dan ledakan penduduk, yang berdampak pada penyusutan sumber daya alam dan dalam waktu bersamaan harus pula menyediakan sumber penghidupan.

Demikianlah, sudah menjadi fakta sejarah betapa sains dan teknologi merupakan kekuatan yang mampu mengubah dunia dan menggerakkan proses transformasi sosial-budaya-politik-ekonomi. Bangsa-bangsa Barat berhasil mecapai kemajuan ekonomi justru karena unggul dalam bidang sains dan teknologi, yang menjadi prime mover bagi perubahan fundamental masyarakat Eropa. Tak ada yang salah bila dunia Islam mengadopsi sains dan teknologi Barat untuk kemudian mengambil-alihnya demi kepentingan kemajuan dan kemakmuran kaum Muslimin di berbagai belahan dunia.

Ikhtisar
- Harus diakui bahwa dalam bidang sains dan teknologi, Barat telah jauh meninggalkan dunia Islam.
- Kemajuan sains dan teknologi itu kemudian menjadi faktor penting dalam menguasai sumber-sumber perekonomian dunia.
- Akibat tertinggal dana sains dan teknologi, perekonomian dunia Islam pun menjadi tertinggal sangat jauh dibanding Barat.
- Berbagai wilayah di dunia Islam menyimpan banyak sekali potensi kekayaan alam yang bisa menumbuhkan roda perekonomian secara signifikan

No comments: