Oleh : Adian Husaini
Sarjana Kedokteran Hewan IPB
Dalam sebuah kuliah, seorang mahasiswa terkejut ketika saya jelaskan tentang peran Al Ghazali dalam kebangkitan umat Islam di zaman Perang Salib. Menurut dia, dalam ruang-ruang kuliah studi Islam selama ini, diajarkan bahwa Al Ghazali adalah biang keladi kemunduran umat Islam. Setelah saya meneliti sejumlah buku studi Islam di perguruan tinggi, cerita si mahasiswa tadi ternyata benar adanya.
Sebuah buku rujukan tentang sejarah peradaban Islam yang ditulis seorang guru besar bidang peradaban Islam, misalnya, mengutip pendapat Nurcholish Madjid, menyatakan bahwa pemikiran Al Ghazali itu mempunyai efek pemenjaraan kreativitas intelektual Islam. Buku studi Islam karya dosen lain ada yang menulis, Andai Ibn Rusyd yang dianut oleh orang-orang Timur, bukan Al Ghazali, maka yang maju pesat di zaman modern ini pastilah negara-negara Islam, dan bukan negara Eropa.
Karena buku-buku semacam itu diajarkan kepada para mahasiswa, maka bisa dipahami jika banyak memakan 'korban'. Para mahasiswa itu kemudian bersikap sinis dan tidak tertarik lagi untuk melakukan kajian lebih mendalam. Sebagai gantinya, dimunculkanlah sosok-sosok intelektual yang menjadi idola baru semisal Nasr Hamid Abu Zaid, Mohammed Arkoun, Fazlur Rahman, Hassan Hanafi, Abid Al Jabiri, dan sebagainya.
Buku Al Ghazali
Belum lama ini buku Hakadza Zhahara Jiilu Shalahuddin wa Hakadza Aadat Al Quds (Demikianlah Bangkitnya Generasi Shalahudin Al Ayyubi dan Demikianlah Kembalinya Yerusalem) karya Dr Majid Irsan Al Kilani diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Buku ini menarik, terutama dari sudut pandang kebangkitan sebuah peradaban. Penerjemah buku ini, dua orang alumni Universitas Islam Madinah, menceritakan, bahwa dosen pembimbing mereka, Dr Ghazi bin Ghazi Al Muthairi, adalah orang yang mengenalkan dan meminta mereka membaca buku ini.
Buku ini menceritakan bagaimana kaum Muslimin mampu bangkit dari keterpurukan selama sekitar 50 tahun, dan akhirnya berhasil merebut kembali Yerusalem setelah dikuasai pasukan Salib selama 88 tahun. Dr Irsan Al Kilani memaparkan data-data bahwa Shalahudin bukanlah pemain tunggal yang 'turun dari langit' dalam mengangkat keterpurukan umat Islam. Tetapi, dia adalah produk dan bagian sebuah generasi baru yang telah dipersiapkan oleh para ulama yang hebat. Dua ulama besar yang disebut berjasa besar dalam menyiapkan generasi baru itu adalah Imam Al Ghazali dan Abdul Qadir Al Jilani.
Dalam melakukan upaya perubahan umat yang mendasar, Al Ghazali dan Al Jilani lebih menfokuskan pada upaya mengatasi masalah kondisi umat yang ketika itu memang layak menerima kekalahan (al qabiliyah lil hazimah). Faktor dasar kelemahan umat didiagnosis dan dicarikan solusinya. Menurut Al Ghazali, masalah yang paling mendasar dari terpuruknya umat Islam adalah faktor hubbud dunya (cinta dunia), rusaknya pemikiran keagamaan, dan fanatisme kelompok. Untuk itu, Al Ghazali melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri, kemudian baru mengubah orang lain.
Kata penulis buku ini Al Ghazali lebih menfokuskan usahanya untuk membersihkan masyarakat Muslim dari berbagai penyakit yang menggerogotinya dari dalam dan pentingnya mempersiapkan kaum Muslim agar mampu mengemban risalah Islam kembali sehingga dakwah Islam merambah seluruh pelosok bumi dan pilar-pilar iman serta kedamaian dapat tegak dengan kokoh. .
Melalui kitab-kitab yang ditulisnya setelah merenungkan kondisi umat secara mendalam, Al Ghazali sampai pada kesimpulan bahwa yang harus dibenahi pertama dari umat adalah masalah keilmuan dan keulamaan. Oleh sebab itu, kitabnya yang terkenal dia beri nama Ihya’ Ulumuddin. Secara ringkas dapat dipahami bahwa di masa Perang Salib, kaum Muslim berhasil menggabungkan konsep jihad al nafs dan jihad melawan musuh dalam bentuk qital dengan baik..
Karya-karya al-Ghazali dalam soal jihad menekankan pentingnya mensimultankan berbagai jenis potensi dalam perjuangan umat. Dalam Ihya' Ulumuddin, Al Ghazali menekankan pentingnya masalah ilmu, akhlak, dan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Aktivitas tersebut, kata Al Ghazali, adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas amar ma’ruf nahi munkar hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajelela, satu negeri akan binasa, begitu juga umat secara keseluruhan..
Aktivitas Al Ghazali yang gigih dalam memberikan kritik-kritik keras terhadap berbagai pemikiran yang dinilainya menyesatkan umat, juga menunjukkan kepeduliannya yang tinggi terhadap masalah ilmu dan ulama. Al Ghazali seperti berpesan kepada umat, ketika itu, bahwa problema umat Islam saat itu tidak begitu saja bisa diselesaikan hanya dari faktor-faktor permukaan, seperti masalah politik atau ekonomi, tetapi harus diselesaikan dari akar persoalannya, yaitu kerusakan ilmu dan ulama. Dr Irsan Al Kilani menyebutkan bahwa memang banyak yang salah paham terhadap Al Ghazali dan Abdul Qadir Al Jilani. Nama yang terakhir ini adalah ulama ahli fikih mazhab Hambali yang aktif berdakwah kepada para penguasa dan berhasil mengislamkan ribuan orang non-Muslim. Dari madrasah-madrasah ulama itulah di kemudian hari lahir para ulama yang alim dan zuhud, para ustad, dan para pemimpin politik yang saleh, zuhud, dan mencintai jihad fi sabilillah..
Di belakang hari, memang terjadi penyimpangan di madrasah Al Qadiriyah. Maka, dalam kondisi terpuruk, umat Islam tidak seyogyanya berpangku tangan, menunggu datangnya seorang pemimpin (ratu adil). Mereka harus mengubah kondisi mereka sendiri, dari 'kondisi kekalahan' menuju 'kondisi kemanangan'. Sebab, memang Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai kaum itu sendiri yang mengubah diri mereka sendiri (QS 13:11)..
Bersikap adil
Belum lama ini, dalam sebuah diskusi di tentang pemikiran Ibnul Qayyim Al Jauziyah di Berlin, seorang sarjana Indonesia berusaha membuktikan keterkaitan antara pemikiran Ibn Taimiyah dengan terorisme. Salah satu buktinya, menurutnya, para ’teroris’ memang membaca buku-buku Ibn Taimiyah. Cara-cara pengkajian semacam ini tentu saja tidak adil dan tidak komprehensif. Hampir tidak ada sarjana Barat yang membuat kesimpulan, bahwa karena George Bush rutin membaca Bibel, maka Bibel dikatakan sebagai sumber terorisme..
Ulama adalah manusia. Merekalah yang terutama mendapat amanah untuk melanjutkan risalah kenabian. Banyak dari mereka yang telah melahirkan karya-karya besar. Bisa jadi, sebagian pendapat mereka keliru. Tetapi, kekeliruan pada sebagian pendapat mereka itu jangan sampai menafikan seluruh karya dan jasa besar mereka kepada umat Islam. Generasi saat ini perlu bersikap lebih terbuka dan serius menggali khazanah pemikiran Islam, warisan para ulama, yang sangat kaya. Ketepatan dan kearifan dalam melihat masa lalu dan masa depan, Insya Allah akan menjadi modal kuat dalam kebangkitan umat Islam di masa depan. .
Ikhtisar.
- Gambaran tentang Al Ghazali di dunia pendidikan di Indonesia saat ini mengalami distorsi.
- Sebagian referensi lembaga pendidikan menggambarkan Al Ghazali sebagai penghambat perkembangan umat Islam.
- Padahal, karya dan pemikiran Al Ghazali sangatlah menginspirasi kemajuan umat Islam.
- Boleh jadi pada sebagian pemikiran Al Ghazali terdapat kekeliruan, namun tidaklah adil jika hal itu kemudian menjadi dasar untuk menyudutkan Al Ghazali..
No comments:
Post a Comment