Sunday, December 30, 2007

Selamat Pak Maftuh


Oleh : Asro Kamal Rokan

Sehari setelah wukuf di Arafah, Rabu malam pekan lalu, Pak Maftuh Basyuni mencukur habis rambutnya. Senyum pun menghiasi wajahnya. Hati Menteri Agama ini mungkin sedang gembira: beban yang menekan perasaan terlepas sudah.

Penyelenggaraan haji tahun ini berlangsung relatif lancar dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu, kelaparan melanda jamaah haji Indonesia di Arafah dan Mina. Berbagai kalangan menuntut Pak Maftuh mundur. Ini bermula dari ketidakmampuan perusahaan katering menyediakan makanan. Ada yang menyebutkan, kegagalan itu karena ulah pihak yang merasa dirugikan.

Peristiwa tahun lalu itu sangat menekan Pak Maftuh. Ini pulalah yang mendorongnya langsung memimpin jamaah sebagai Amirul Haji dan datang lebih awal ke Makkah. Ia tidak ingin peristiwa pahit itu terulang lagi. Ini pertaruhan sekaligus pembuktian kepemimpinannya.

Berbagai persiapan dilakukan. Muassasah kembali dilibatkan selain perusahaan katering. Format penyediaan makan dan minuman juga diubah. Sebelumnya setiap jamaah diberikan nasi kotak. Format ini memiliki kelemahan, kualitas dan jenis makanan sulit dikontrol. Bahkan, adakalanya tak layak dikonsumsi.

Pak Maftuh mengajukan ide, yang kemudian disambut kontroversi berbagai pihak. Ide itu adalah prasmanan, mencontoh format penyediaan makanan di kalangan pesantren dan militer. Format ini sama seperti jamaah dalam penyelenggaraan haji plus. Banyak pihak meragukan ide ini, terutama kemungkinan terjadinya antrean panjang. Pak Maftuh tetap bertahan. Baginya ini pembuktian.

Di Arafah, malam sebelum wukuf, Pak Maftuh mencek langsung kesiapan prasmanan. Ia menemui jamaah di tenda-tenda, bertanya, mengevaluasi. Malam itu beban menekannya, meski terus berupaya senyum menyapa setiap orang. Besok adalah pembuktian.

Alhamdulillah, distribusi makan dan minuman di Arafah dan Mina berjalan relatif sesuai rencana. Makanan tersedia, minuman tinggal pilih yang panas atau dingin di kulkas yang disediakan di perkemahan. Ide prasmanan berjalan baik, meski tentu saja tidak ada pesta yang sempurna, tidak ada pesta tanpa piring yang pecah. Selamat untuk Pak Maftuh.

Penyelenggaraan haji, tentu bukan hanya soal tersedianya makanan, tapi juga transportasi, pemondokan, keamanan, dan kesehatan. Pemondokan jamaah yang sebagian jauh dari Masjidil Haram, tentu pula berpengaruh pada kenyamanan jamaah. Soal ini berkait dengan sewa rumah yang disetujui DPR sebesar 2.000 riyal per orang. Bandingkan dengan Malaysia mematok sewa 2.800 riyal plus subsidi dari Tabung Haji sehingga total mencapai sekitar 3.000 riyal. Sedangkan Pakistan dan India sebesar 2.300 riyal. Tak mengherankan, pemondokan mereka lebih dekat dengan Masjidil Haram. Sewa rumah itu tahun depan diperkirakan terus naik karena di sini berlaku hukum bisnis.

Pak Maftuh telah berupaya maksimal, setidaknya tahun ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Evaluasi untuk perbaikan akan terus dilakukan, apalagi penyelenggaraan haji melibatkan banyak pihak, antara lain pemerintah, DPR, maskapai penerbangan, muassasah, dan pemerintah Arab Saudi yang terkadang kebijakannya bisa berubah, selain sistem transportasi yang tak tertib.

Mengurus 194.239 orang jamaah dengan berbagai karakter dan latar belakang sosial, jelas bukan pekerjaan mudah. Ini ditingkahi pula oleh isu dan prasangka negatif, yang berseliweran seperti angin panas padang pasir yang menerbangkan debu. Dan, di salah satu sudut Mina, Pak Maftuh diam-diam mencukur rambutnya. Ia terlihat lega. Ketegangan berakhir sudah. Saat melontar tiga jumrah, setelah bercukur, Pak Maftuh terlihat begitu bersemangat: Satu demi satu batu membentur dengan keras.

No comments: