Wednesday, January 9, 2008

Diskusi di UNNES, Semarang

Membendung Gerakan Radikalisme Agama

Oleh Tedi Kholiludin

Kita harus mengakui secara jujur bahwa inilah sejarah Islam. Bahwa ada dinamika dan kekerasan Khawarij misalnya, ya itulah yang menjadi kenyataan sejarah dalam agama kita. Kita harus jantan melihat sejarah Islam secara objektif.

Lebih lanjut dosen IAIN Walisongo, Semarang ini juga menegaskan bahwa kekerasan yang berkedok agama sesungguhnya bersumber dari manusia, bukan agama. Karena secara normatif agama-agama di dunia ini menebarkan kasih sayang dan rahmat, bukan kekerasan, apalagi laknat. Aksi kekerasan lebih merupakan reaksi atas ketidakpuasan dan frustasi atas modernitas dan perubahan yang tengah terjadi.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh pembicara ke dua, Ibnu Shodiq. Tokoh Islam kanan di Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini mengemukakan bahwa radikalisme tidak pernah ada di dalam agama Islam. Karena baginya, radikalisme itu muncul karena adanya sistem ketidakadilan yang sengaja dilancarkan oleh Barat, khususnya Amerika, pada umat Islam. Ia menegaskan bahwa Indonesia juga akan menjadi negara ke delapan target Amerika dan Barat paska Irak untuk menjadi sasaran tembak isu terorisme. “Oleh karena itu umat Islam harus mempersiapkan segalanya, termasuk pendidikan militer untuk menghadapi sekutu Amerika”, tandas sarjana jebolan UNDIP ini. Di akhir paparan singkatnya, tokoh yang banyak menyebut organisasi garis keras (FPI) ini menyatakan bahwa tatkala hukum tidak ditegakkan di negeri ini, maka biarkanlah kelompok yang ingin menegakkan Islam secara kaffah yang menjalankannya.

Acara yang digelar di Auditorium utama Universitas Negeri Semarang ini juga menghadirkan kordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Hamid Basyaib. Tokoh jebolan UII (Universitas Islam Indonesia) ini, lebih menyoroti wacana radikalisme dari kacamata politik-sosiologis. Berbeda dengan statement Ibnu Shadiq, Hamid mengemukakan bahwa tradisi kekerasan dan radikalisme agama telah muncul sejak Islam lahir. “Ingat, dari empat khalifah kita yang menjadi tauladan umat Islam, tiga diantaranya mati terbunuh”, ungkap Hamid.

Hal tersebut menjadi bukti bahwa kekerasan dan fenomena radikalisme Islam telah muncul dan lahir sejak awal Islam. Namun demikian Hamid melihat fenomena itu sebagai bentuk dinamika sejarah saja. “Kita harus mengakui secara jujur bahwa inilah sejarah Islam. Bahwa ada dinamika dan kekerasan Khawarij misalnya, ya itulah yang menjadi kenyataan sejarah dalam agama kita. Kita harus jantan melihat sejarah Islam secara objektif”, tandasnya.

Namun demikia ia merasa sedih dan mengelus dada ketika melihat di beberapa daerah di Indonesia, banyak orang yang memaksakan keyakinan yang dipercayainya untuk dijalankan oleh semua kalangan. “Saya malu sebagai orang Islam melihat realitas ini. Bagaimana mungkin seseorang yang dianggap sudah menjalankan syari’at sesuai dengan tuntutan Islam, tapi masih ingin saja memaksakan ajarannya untuk dijalankan oleh kaum non muslim, Masya Allah!”, tukasnya.

Di akhir penjelasannya, Hamid banyak mengutip tokoh pemikir muslim kontemporer, seperti Fazlurrahman yang menawarkan pemikiran hermeneutika ala double movement. Menurut Hamid, meskipun seperlima ayat Alqur’an adalah ayat-ayat tentang hukum, tetapi hokum-hukum tersebut tidak kemudian menjadi satu-satunya patokan. “Yang terpenting adalah menjunjung nilai-nilai etika yang ada dalam al-Qur’an”, ucapnya mengingatkan.

Menguatkan beberapa statemen yang dilontarkan oleh Arja, tentang upaya praktis dalam membendung gerakan radikalisme Islam di Indonesia, tokoh JIL ini semakin percaya diri untuk menyerukan komunikasi dan dialog. “Dengan cara-cara seperti itulah Islam akan mungkin diharapkan sebagai tonggak dalam menggapai perdamaian dunia, bukan dengan cara-cara kekerasan yang ahumanis”, tukasnya.

Akhirnya, Hamid mengakhiri dengan penjelasan bahwa biarlah polemik itu tetap ada, karena dengan polemik suatu bangsa akan menjadi dewasa. Namun kita tetap mengutamakan tema dialog dalam menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi. Kekerasan dan radikalisme bukanlah tema yang patut untuk dikedepankan. “Sudah saatnya kita membendung radikalisme yang terjadi dalam agama-agama dengan mengusung dialog.”[]

No comments: