Wednesday, February 13, 2008

Hamka Menggerakkan Infak


Oleh :Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc dan Fuad Nashar SSos

(Badan Amil Zakat Nasional)

Buya Prof Dr Hamka adalah seorang ulama pejuang, ulama panutan umat, yang istiqamah menjalankan fungsi ulama waratsatul anbiya (ulama pewaris nabi). Ulama dan pujangga besar Islam yang lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatra Barat, 16 Februari 1908, itu juga seorang pemimpin Islam yang disegani.

Beliau ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama. Seluruh kehidupan Buya Hamka tidak dapat dipisahkan dari dakwah dan perjuangan yang ikhlas untuk kemajuan Islam, kemerdekaan bangsa, dan pembangunan umat dalam dimensi yang luas.

Membicarakan peranan Buya Hamka dalam pengentasan kemiskinan dan memotivasi umat dalam berinfak sekurangnya dapat ditelusuri dari perjuangan beliau di medan dakwah dan kemasyarakatan serta dari buku-buku pembangun jiwa yang beliau tulis sejak dekade 1930-an. Di bidang dakwah dan kemasyarakatan, sejak 1926 Buya Hamka aktif membina umat sebagai pemimpin Muhammadiyah Cabang Padang Panjang yang waktu itu merupakan pusat perkembangan Muhammadiyah di Sumatra Barat.

Muhammadiyah bukan saja dikenal sebagai gerakan pembaharuan Islam yang memandu umat agar kembali kepada Alquran dan As-Sunnah serta meninggalkan kepercayaan dan amalan yang tidak diajarkan dalam Alquran dan Sunah, tapi sekaligus menghidupkan dan menyuburkan amal tolong-menolong di dalam masyarakat Islam.

Muhammadiyah menjadi perkumpulan Islam yang memelopori dakwah dan membangun pendidikan umat secara mandiri, yakni tidak menerima bantuan subsidi dari pemerintah kolonial, tapi sepenuhnya didukung oleh infak dan amal jariyah umat Islam sendiri. Dalam organisasi Muhammadiyah terdapat majelis PKU yang dahulu singkatan dari Penolong Kesengsaraan Umum, Majelis Ekonomi, serta Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.

Buya Hamka adalah penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga wafatnya. Menarik disimak dalam salah satu buku karya Hamka yang legendaris sampai sekarang, yaitu Tasawuf Modern (cetakan pertama 1939), Hamka mengupas secara filosofis sikap manusia terhadap harta benda dan tuntunan Islam agar manusia tidak jatuh diperbudak oleh harta.

Lebih jauh Hamka mengutip ahli hikmah yang menyatakan, ''Maa ahsanad diina wad dunya idzaj tama'a, wa 'aqbahal kufra wal iflasa fir rajul''. Artinya, alangkah indahnya kalau berkumpul agama dan dunia pada seseorang dan alangkah sengsaranya pula kalau berkumpul kekafiran dan kemiskinan pada diri manusia.

Dalam buku Lembaga Hidup (cetakan pertama 1940), Buya Hamka mengupas hak perseorangan dalam Islam, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan diri, hak persamaan, hak politik, dan hak mencari rezeki. Ketika mengupas hak mencari rezeki, Hamka memotivasi umat dengan menjelaskan kedudukan dan peranan zakat sebagai wujud tanggung jawab terhadap sesama manusia.

Menurut Hamka, perbedaan nyata antara teori komunis dan Islam ialah dalam komunis harta kepunyaan bersama, hasilnya untuk sendiri-sendiri. Dalam Islam, harta kepunyaan sendiri hasilnya dinikmati bersama-sama.

Hamka menyatakan bahwa zakat adalah pengorbanan yang tidak boleh tidak untuk masyarakat. Siapa yang bertambah tinggi jiwanya boleh ditambah dengan sedekah sunat berapa suka dan sanggup sesuai dengan ayat Alquran, ''Barang siapa yang dapat membersihkan kebakhilan dirinya, itulah orang yang beroleh keberuntungan.'' (QS Muhammad [47] ayat 38).

Perspektif pemikiran Hamka lebih jauh menyingkap korelasi zakat dengan kemajuan masyarakat dalam Islam. Hamka dalam bukunya itu menjelaskan cita-cita yang paling tinggi di dalam kehidupan masyarakat, yaitu bebas dari kemiskinan, bebas dari rasa takut. Itu merupakan tangga untuk kemerdekaan dan jalan untuk kemajuan masyarakat (QS Quraisy [106] ayat 3-4).

Pada tahun 1950 terbit buku Buya Hamka berjudul Keadilan Sosial dalam Islam. Dalam buku tersebut beliau antara lain mengetengahkan masalah zakat ditinjau dari sisi hukum maupun praktiknya sebagai salah satu pilar dalam mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan umat Islam. Pada masa itu buku-buku berbahasa Indonesia yang mengupas masalah zakat belum begitu banyak.

Sementara itu, layak dicatat peranan dan amal Buya Hamka dalam gerakan pengentasan kemiskinan dan memotivasi umat dalam berinfak, yaitu sewaktu Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta di bawah pimpinan Gubernur H Ali Sadikin tahun 1968 memelopori pembentukan Badan Amil Zakat (disingkat BAZ, tahun 1973 diubah menjadi BAZIS). Buya Hamka adalah tokoh ulama yang mendukung langkah pembentukan Badan Amil Zakat tersebut, sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kemaslahatan umat.

Dukungan Buya Hamka dan beberapa tokoh ulama lainnya saat itu sangat besar artinya terhadap pertumbuhan BAZIS. Umat Islam di Ibu Kota dan jamaah Masjid Agung Al-Azhar khususnya mengenang Buya Hamka sebagai pemimpin, khatib, dan imam besar Masjid Agung Al-Azhar yang pertama.

Beliaulah yang pertama kali menggerakkan kegiatan memakmurkan masjid ini. Buya Hamka mengajak umat dan jamaah masjid untuk melengkapi sarana dan fasilitas masjid, termasuk mengembangkan Yayasan Pesantren Islam (YPI Al-Azhar) dari dana infak, shadaqah, dan wakaf umat Islam.

Buya Hamka adalah orang yang diminta pendapat, manakah yang akan dibangun lebih dahulu, sekolah ataukah masjid, mengingat dana yang ada sangat terbatas. Saran Buya Hamka begitu visioner. Bangunlah masjid lebih dahulu!

Menurut Hamka, sementara bangunan gedung sekolah dan lain-lain belum tercapai, dapatlah melalui masjid dihimpun sumbangan umat untuk pembangunan pesantren sekolah secara berangsur-angsur. Demikian diungkapkan almarhum KH Ghazali Syahlan, salah satu pendiri dan panitia pembangunan masjid tahun 1951 dalam buku 70 Tahun Buya Hamka.

Dirindukan umat
Sosok kharismatik Buya Hamka yang wafat di Jakarta 24 Juli 1981 sampai sekarang masih kuat melekat di mata hati umat. Generasi sekarang merindukan ulama teladan seperti Buya Hamka.

Sikap hidupnya yang sederhana dan jauh dari kecintaan terhadap harta benda, tutur dakwahnya yang santun dan penuh kearifan, satu kata dan perilakunya, keluasan ilmu serta kekokohan pendiriannya, menjadikan sosok Buya Hamka dipandang sebagai ulama sejati. Selain itu juga karena semasa hidupnya beliau rajin berdakwah dan produktif menulis. Ketulusannya melayani umat dari berbagai lapisan masyarakat menyebabkan sosok Buya Hamka dikenang sebagai 'dokter rohani' yang nasihat-nasihatnya mampu mengobati penyakit masyarakat, seperti kemalasan, kebodohan, kemiskinan, serta kerusakan akhlak dan moral.

Meski Buya Hamka sudah lama meninggalkan kita, jasa, pemikiran, dakwah, dan perjuangannya dalam membangun kesadaran umat Islam dan cita-cita bangsa tetap dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. Adalah kewajiban kita bersama untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan besar Buya Hamka dan kawan-kawan untuk meninggikan Kalimatullah di Tanah Air tercinta ini.

Ikhtisar:
- Buya Hamka mampu menghidupkan gerakan Muhammadiyah.
- Muhammadiyah menjadi perkumpulan Islam yang memelopori dakwah dan membangun pendidikan umat secara mandiri.
- Cita-citanya mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan umat harus terus diperjuangkan.

No comments: