Mayoritas penduduk Lombok, Nusa Tenggara Barat, beragama Islam. Perkelahian antarkampung, terutama di Mataram, menjadi peristiwa biasa di sini. Hanya karena dua anak muda lain kampung bersenggolan, dalam waktu cepat perkelahian massal bisa terjadi, yang terkadang juga melibatkan jamaah masjid.
Masjid indah dan megah sangat mudah ditemui di Pulau Lombok dan Kota Mataram. Warga setempat menyebutnya sebagai 'Pulau Seribu Masjid'. Dalam satu gang saja, dengan jarak tidak begitu jauh, bisa ada dua masjid. Umumnya, masjid-masjid itu bertingkat dengan arsitektur Timur Tengah. Bahkan, di salah satu tempat karena masjid berdekatan, shalat Jumat dilakukan bergantian. Jumat ini di masjid yang satu, Jumat depan di masjid yang lainnya.
Di Banyu Mulek, Lombok Barat, tidak jauh dari Kota Mataram, terdapat masjid kembar. Dua masjid itu hanya dipisah perempatan jalan. Bangunannya sama, megah dan berarsitektur Timur Tengah. Satu sudah mendekati selesai, satu lainnya separuh selesai. Dari gambar bangunan, direncanakan kedua masjid ini akan disatukan oleh menara besar. Posisi menara tunggal itu di atas perempatan jalan raya.
Indah dan luar biasa. Modal membangun masjid kembar dengan menara tunggal itu tentulah miliaran rupiah, mungkin puluhan miliar rupiah. Saya bayangkan, betapa makmur masyarakat daerah ini, yang dapat mendirikan masjid megah dengan biaya besar. Dan, jamaah pada setiap shalat tentulah melimpah ruah sehingga diperlukan dua masjid besar. Apalagi, tidak jauh dari masjid tersebut, sekitar 300 meter, sudah ada masjid berkubah hijau yang juga besar.
Seorang sahabat mengatakan kepada saya, masjid-masjid di Lombok dan Mataram ini umumnya dibangun atas swadaya masyarakat, tanpa bantuan pemerintah. Secara bergiliran, masyarakat di sekeliling masjid --sebagian di antara mereka tinggal di rumah sangat sederhana, ada juga masih berlantai tanah-- menaikkan batu, mengaduk semen, mengayak pasir, dan memasang keramik. Hari berikutnya, kelompok yang lain melakukan hal yang sama.
Semangat warga mendirikan masjid megah pantas diapresiasi. Namun, ini terasa menjadi mewah, di tengah kondisi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan umat yang rendah. Pada 2005, RSU Mataram merawat bayi usia setahun kekurangan gizi. Bayi itu satu di antara 51 orang penderita busung lapar di Kabupaten Lombok Barat, Mataram, dan Lombok Timur.
Pendidikan juga menjadi problem di wilayah ini. NTB menempati posisi sembilan besar provinsi dengan angka buta aksara tertinggi. Ini melengkapi nilai buruk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB, yang kini di posisi 32 dari 33 provinsi. Data Dinas Pendidikan NTB menyebutkan, penyebab anak-anak usia sekolah berhenti karena faktor ekonomi, kondisi geografis, dan pola pikir. Orang tua yang miskin cenderung memerintahkan anaknya bekerja daripada bersekolah.
Lombok pulau yang indah. Pantai Senggigi berpasir putih. Hotel-hotel berbintang, vila-vila besar berjejer menghadap laut yang terus berdebur. Masjid megah berlantai dua sangat mudah ditemui, seperti juga mudah menemukan anak-anak menengadahkan tangan di perempatan jalan, dan rumah-rumah berdinding tepas, berlantai tanah.
Suara muadzin mengumandangkan adzan Dzuhur bersahut-sahutan dari pengeras suara di masjid-masjid besar yang berdekatan: Mari menunaikan shalat, mari meraih kemenangan. Di salah satu masjid, jamaah hanya tujuh orang. Mereka sudah berusia lanjut. Masjid besar itu sangat sepi. Saya terpaku di sini: Sepi sekali di Pulau Seribu Masjid.
No comments:
Post a Comment