Thursday, November 22, 2007

Trialog Peradaban



Oleh : Azyumardi Azra

"Children of Abraham: A Trialogue of Civilizations". Saya beruntung diundang mengikuti konferensi ini, yang diselenggarakan Harvard University, persisnya Weatherhead Center for International Affairs dan Harvard Divinity School pada 21-24 Oktober lalu. 'Anak-anak Ibrahim' tak lain adalah para pengikut tiga agama; Yahudi, Kristen, dan Islam.

Sejumlah ahli agama dan masyarakat Yahudi, Kristen, dan Islam memaparkan makalah mengenai berbagai aspek keagamaan dan kemasyarakatan 'children of Abraham', anak-anak Nabi Ibrahim. Termasuk di antaranya William Graham, Dekan Fakultas Divinity Harvard; Moshe Ma'oz, guru besar emeritus Hebrew University, Jerusalem; Harvey Cox, teolog Harvard; Sari Nusaibeh, profesor filsafat dan rektor Universitas al-Quds, Jerusalem; Muhammad el-Hawary, guru besar pemikiran Yahudi pada Universitas Ain Syams, Kairo; Diana Eck, guru besar Perbandingan Agama, Harvard University; Azyumardi Azra --satu-satunya dari Asia-- dan beberapa pembicara lain.

Konferensi ini, hampir pasti, bukan yang pertama. Sejumlah konferensi serupa telah berlangsung sejak 1980-an dengan pasang dan surutnya. Pada awal 1980-an tersebut, almarhum Profesor Isma'il Raji Faruqi, guru besar di Temple University, Philadelphia, termasuk salah satu dari sedikit ahli yang memperkenalkan istilah 'Trialogue of Abrahamic Faiths' yang kemudian dia tulis menjadi buku yang utuh. Ismail Faruqi, seorang Palestina, melihat pembicaraan segi tiga di antara para pengikut agama Nabi Ibrahim, sangat esensial untuk terciptanya perdamaian di kawasan Palestina-Israel, juga di muka bumi secara keseluruhan.

Hal ini dengan mudah bisa dipahami. Konflik berlanjut di Timur Tengah antara Israel dan Palestina, baik langsung maupun tidak, melibatkan para penganut ketiga agama Nabi Ibrahim. Konflik itu memang terjadi di Timur Tengah; tetapi dampaknya terasa di tempat lain, di mana terdapat penganut ketiga agama tersebut. Sebab itu, percakapan di antara ketiga agama (trialog) diharapkan dapat menumbuhkan saling pengertian dan toleransi yang pada gilirannya mendatangkan perdamaian.

Dalam makalah berjudul 'Trialogue of Abrahamic Faiths: Towards the Alliance of Civilizations', saya melihat 'Abrahamic Faiths' yang dalam Alquran disebut sebagai 'millah Ibrahim' memiliki banyak kesamaan dan afinitas; lebih dari itu, ketiganya juga berbagi sejarah yang sama. Tetapi, tentu saja, masing-masing agama Nabi Ibrahim tersebut unik dalam dirinya sendiri. Lagi pula, para penganut ketiga agama itu ibarat kakak-adik, juga terlibat dalam persaingan, kecemburuan, konflik, dan bahkan perang.

Setelah Peristiwa 11 September 2001, hubungan penganut ketiga agama cenderung memburuk. Ketegangan meningkat antara Barat --yang terutama mencakup penganut agama Yahudi dan Kristen-- pada satu pihak dengan kaum Muslimin pada pihak lain. Peningkatan konflik tersebut, bagi sejumlah kalangan seolah membenarkan skenario 'perbenturan antara peradaban-peradaban', seperti digagas ahli politik Harvard, Samuel Huntington, pada akhir 1990-an.

Memang, konflik antara Dunia Muslim dan Kristendom pernah terjadi pada masa klasik dan pertengahan, ketika kekuasaan Islam menguasai Semenanjung Iberia dan Eropa Timur. Konflik ini meningkat dengan terjadinya Perang Salib (1095-1250); dan pada 1492 kekuatan Kristen Eropa berhasil menguasai kembali Semenanjung Iberia; mereka kemudian melakukan inquisisi terhadap kaum Muslimin. Banyak Muslimin dan orang-orang Yahudi menyelamatkan diri ke kawasan Muslim Afrika Utara dan wilayah Muslim lain di Arabia.

Tetapi, seperti dikemukakan banyak sejarawan, khususnya Richard Bulliet (2004), hubungan para penganut ketiga agama ini lebih dari sekadar persaingan, konflik dan perang. Hubungan di antara ketiga agama sesungguhnya penuh jalin dan kelindan; tidak hanya pada tingkat kitab suci masing-masing agama itu, tetapi juga pada tingkat peradaban. Pada kenyataannya, hubungan yang berkelindan tersebut menghasilkan saling pengaruh dan saling memperkaya peradaban, tidak hanya di Timur Tengah, tapi juga di Eropa dan selanjutnya ke wilayah lain.

Karena itu, pada masa sekarang dan akan datang, perlu penciptaan sebuah peradaban yang disebut Bulliet sebagai 'Islamo-Judeo-Christian civilization'. Kerangka ini didasarkan kenyataan, kemajuan peradaban sekarang ini bukan hanya bersumber dari 'Judeo-Christian civilization', tetapi juga melibatkan kontribusi yang tidak bisa diabaikan dari peradaban Islam. Di sinilah perlunya penciptaan dan penguatan kembali naratif baru tentang aliansi peradaban di antara 'anak-anak Nabi Ibrahim'. Jika ini bisa dihasilkan, pastilah kita hidup dalam dunia dan peradaban lebih damai.

No comments: