Thursday, November 22, 2007

Menjadi Wisudawan Ramadhan


Oleh : KH A Hasyim Muzadi

Setahun sekali Allah SWT menggelar ujian akhir dengan peserta miliaran manusia. Waktunya hanya di bulan Ramadhan. Di luar Ramadhan, tidak masuk kategori ujian wajib. Pesertanya berasal dari semua negara yang ada di bentangan bumi ini dan hanya diikuti oleh mereka yang sudah cukup umur.

Ujian dilangsungkan dengan tingkat fairness sangat tinggi sehingga karenanya seluruh bentuk pertanggungjawaban langsung ada di tangan Allah. Begitu fair-nya ujian ini, maka bagi mereka yang kurang sehat secara fisik, habis melahirkan, melakukan perjalanan jauh atau karena usia senja, diperkenankan menikmati rukhsoh alias kompensasi khusus untuk tidak menjadi peserta ujian kolosal. Bahkan, bagi yang secara fisik sehat tetapi secara psikisnya, kesehatannya kurang memadai, juga tak memiliki kewajiban mengikuti ujian mahadahsyat ini.

Ketatkah proses menjalani ujian ini? Tentu saja. Hatta para malaikat pun serta para bidadari di surga tidak boleh ikut campur, tetapi secara khusus turun ke langit dunia sepanjang ujian ini digelar, untuk menyertai para hamba Allah yang tengah berjuang keras agar bisa lulus dari serangkaian bentuk soal dalam ujian.

Dengan untaian doa para malaikat serta munajat para bidadari serta para anbiya, syuhada, dan shalihin di dunia lain, para peserta ujian seperti tengah berjuang sendiri-sendiri menuju kampung halaman abadi mereka. Sebuah maraton yang teramat panjang dengan tujuan sama; penyucian diri untuk menapak kehidupan masa depan yang jauh lebih berat dan lebih ''kejam''. Manusia para pengikut Baginda Rasul Muhammad, bukanlah yang terkuat di antara umat manusia yang pernah lahir di bumi ini, karena ummat nabi terdahulu secara fisik jauh lebih kuat.

Maka untuk, minimal, menyamai perolehan ''koin'' kesuksesan sebagaimana mungkin dilakukan oleh umat terdauhulu --kepada mereka juga diwajibkan ujian serupa-- maka Allah SWT sebagai Penguji Tunggal menerbitkan bislit khusus dengan memberikan malam laylatul qadr bagi mereka pengikut Baginda Rasul yang sukses menempuh ujian ini. Sekali sukses, maka bagi mereka sebanyak poin seribu bulan berada di genggaman. Bahkan, soal-soal yang berstatus sunah, poinnya disamakan dengan poin-poin soal fardhu. Sedangkan yang sukses menjalankan soal-soal fardhu, poinnya malah dilipat-lipat sampai tak mampu kita menghitungnya. Inilah kemudahan yang bisa diperoleh umat Muhammad.

Maka sungguh beruntung, karena para malaikat, bidadari, anbiya, syuhada dan shalihin selalu mengaminkan semua yang para peserta ujian mohonkan kepada Allah SWT. Adakah kita di antara para peserta ujian tersebut? Benar. Kita semua sebagai umat Muhammad. Begitu beratnya ujian ini, sampai-sampai Baginda Rasul meninggalkan jejak khusus agar umatnya menyelesaikan soal-soal ujian ini sebagaimana pernah Baginda Rasul sendiri menjalankannya dulu. Diikuti para sahabat terdekat Rasul yang dengan mudah melakukan itu semua karena faktor kedetakan mereka secara ruang dan waktu kepada era keemasan Baginda Rasul. Lantas, bisakah kita sukses sebagaimana para sahabat menangguk poin-poin sukses di ujian ini?

Sesuai dengan janji-Nya dan janji Baginda Rasul, bila kita mengikuti jejak-jejak Sang Rasul, maka kita bukan saja disebut sebagai para sahabat Rasul tetapi status kita mungkin lebih ''wah''. Kita akan disebut sebagai para ''saudara'' Baginda. Bukankah sebutan ini lebih menyentuh hati dibanding sebutan sebagai sahabat? Tentu kalau kita sukses mengantongi poin-poin ujian ini. Apakah semata ini ujian bagi kita?

Tantu tidak. Hidup dan mati pun adalah ujian. Innal Hayaata Wal Mawta Liyabluwakum Ayyukum Ahsanu 'Amala (Sesugguhnya hidup dan mati adalah ujian untuk mengetahui siapa yang paling baik amalannya). Tetapi ujian di bulan Ramadhan mengandung pesan sosial teramat kental. Ujian kali ini memiliki keterikatakan sangat kuat dengan kehidupan bermasyarakat. Dia bukan semata ujian mahdah yang individual tetapi ujian mahdah yang lebih dekat kepada social message.

Bagaimana dampaknya bagi kita? Tentu sangat besar, karena begitu kita lulus ujian Ramadhan, maka bulan Syawal bukan lagi sebagai pijakan awal tetapi sudah merupakan bulan pembuktian. Mereka yang lulus akan langsung menjadi wisudawan Ramadhan. Bulan Syawal sampai dengan Sya'ban tahun depan, akan begitu berat karena kita harus mengaktualisasikan nilai-nilai keberkahan Ramadhan sebagai seorang wisudawan, bukan lagi sebagai seorang peserta ujian. Kalau sepanjang Ramadhan kita sukses mengendalikan perut kita dari makanan yang haram, maka setelah Ramadhan menjadi sangat ironis kalau kita masukkan yang haram ke dalam perut yang sepanjang Ramadhan sudah disucikan dan diberkahi oleh Allah SWT.

Kalau sepanjang Ramadhan kita sukses membasahi lidah kita dengan munajat, dzikir serta lantunan ayat-ayat suci Alquran, maka menjadi sangat merugi kalau setelah bulan ini kita memenuhi angkasa rumah tangga kita, kantor kita, dan lingkungan kita dengan berkata-kata kotor, sumpah serapah serta menjadi pemicu pertengkaran. Kalau sepanjang Ramadhan pendengaran kita terbiasa menikmati sentuhan Allah, sapaan para malaikat serta panggilan para anbiya, maka sungguh celaka kalau setelah bulan Syawal kita justeru mengisi pendengaran kita dengan bisikan nafsu, rayuan setan serta panggilan silaknat iblis.

Sampai hatikah kita kalau tangan dan kaki yang kita gunakan selama Ramadhan untuk kegiatan amal sosial lalu menjadi sangat individualis dan mementingkan diri sendiri setelah bulan berkah dan bulan berbagi ini berlalu? Nu'udzubillahi Min Dzaalik! Wisudawan Ramadhan secara fisik telah melakukan perawatan serius agar tubuhnya mengalami proses detoksifikasi/penggelontoran racun-racun, lalu tubuh menjadi segar karena terjadinya proses rejuvenasi/peremajaan organ-organ dan akan stabil karena proses pembakaran secara maksimal.

Secara kejiwaan, para wisudawan Ramadhan akan mengalami ketercerahan luar biasa karena selama sebulan penuh benih-benih sifat syaithoni secara bertahap mengalami pengendalian secara gradual. Sifat pelit, suka memeras, mengabaikan sesama manusia, mementingkan diri sendiri serta semua sifat yang berorientasi pada penistaan harkat manusia, akan luruh bersamaan dengan ajaran suka berbagi, kasih sayang serta nilai-nilai positif lainnya yang dikandung Ramadhan. Selamat datang Wisudawan Ramadhan, semoga kita termasuk di antara mereka. Wallahu A'lamu Bishshowaab

No comments: