Monday, October 1, 2007

Abu Dzar Al Ghifari

Penimbun Harta / Muawiyah

oleh He-Man

Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka itu
mengubah keadaan dirinya (QS. Ar Ra'd : 11).

Abu Dzar Al Ghifari seorang sahabat nabi yang dikenal sangat zuhud
sekaligus berani dan teguh pendirian suatu hari datang ke Damaskus
dan ia menemukan rumah kediaman Muawwiyah bin Abu Sofyan
yang sangat megah dan indah sementara di sekitarnya banyak orang
yang miskin dan kelaparan.Dengan penuh keberanian ia mendatangi
Muawwiyah di depan orang banyak lalu membacakan surah At Taubah
ayat 24-35 : "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak memamfaatkannya di jalan Allah , mereka akan mendapat
siksa yang pedih .Yaitu ketika emas dan perak itu dipanaskan dalam
api neraka lalu disetrikakan ke kening , pinggang , dan punggung
mereka -- sambil dikatakan --Nah , ini adalah yang kalian simpan untuk
diri kalian sendiri , maka rasakanlah akibatnya"

Muawwiyah membantahnya , dia berkata "Ayat itu untuk ahlul kitab"
Abu Dzar menukas "Ayat itu untuk kita termasuk saya dan kamu "
Lalu Abu Dzar menasehati Muawwiyah dan para pembesar di Damaskus
itu agar melepaskan gedung , tanah dan semua harta kekayaan itu dan
tidak menympannya untuk diri sendiri kecuali hanya untuk keperluan
sehari-hari.

Muawwiyah membantahnya , ia menganggap punya hak untuk
menyimpannya karena ia telah mengeluarkan zakat , infaq dan
shadaqahnya sehingga ia berhak menyimpan "sisanya".

Berita ini kemudian sampai ke telinga Khlaifah Ustman bin Affan ,
ia pun kemudian menyurati Abu Dzar dan menariknya ke Madinah
agar ia tidak meneruskan "provokasinya" di Damaskus.

Di kemudian hari Muawwiyah pun berkuasa dan menjadi raja , dan
akhirnya wacana penimbunan harta inipun menjadi di syahkan menjadi
wacana resmi ummat Islam dan masih dipegang sampai sekarang.
Wacana dan contoh kezuhudan Nabi s.a.w dan para sahabat yang hanya
menyimpan untuk kebutuhan sehari-hari menjadi terpinggirkan ,
kemewahan dan kemegahan menjadi kelaziman dan kewajaran .
Bahkan perlaku zuhud akhirnya hanya dipandang sebagai perilaku
menyimpang dari para kaum sufi.

Kemiskinan dipandang sebagai semata-mata karena nasib yang
telah ditentukan dari "atas" , dan kewajiban orang kaya hanya
memberikan sedikit belas kasihan dengan memberikan charity
pada orang miskin berupa zakat , infaq dan shadaqahnya , agar
orang-orang miskin itu menjadi senang.

Apakah benar kemiskinan itu hanya karena nasib..? , kemiskinan
pada dasarnya adalah disebabkan oleh distribusi kekayaan yang
tidak merata.Kemiskinan disebabkan oleh orang-orang kaya yang
menyimpan lebih dari yang dibutuhkannya dan menimbun semuanya
hanya untuk dirinya sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam surah
al-Hasyr :7: ''... agar (kekayaan itu) tidak hanya berputar di antara
orang-orang kaya di antaramu

Ketika para orang kaya itu menimbun uangnya di bank , membeli
dan menimbun barang-barang mewah di rumahnya , maka ketika
itu pula aliran dana/kekayaan itu menjadi macet , jutaan orang miskin
tidak mendapat kesempatan untuk mendapat pembagian rezeki.

Dan sesungguhnya orang-orang miskin itu tidak akan bisa disenangkan oleh
charity berupa zakat , infaq dan shadaqah karena pemberian seperti itu
sifatnya hanya sementara , akan habis dalam beberapa hari bahkan
beberapa jam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang minimal
seperti makan dan minum , tidak bisa untuk menunjang kehidupan
mereka selanjutnya.Mereka akan lebih senang bila bisa mendapat
distribusi kekayaan dengan lebih adil.

Jadi apakah masih pantas wacana penimbunan harta oleh orang-orang
kaya menjadi wacana resmi Sunni , apakah masih pantas wacana
yang membolehkan orang-orang kaya untuk menimbun hartanya asal
telah dikeluarkan zakat , infaq dan shadaqahnya .Apakah pantas
orang-orang kaya itu membelanjakan kekayaannya secara berlebih
lebihan hanya untuk dirinya sendiri sementara di sekitarnya banyak
orang yang kelaparan , padahal dalam surah Al 'Araf ayat 31 Allah
telah berfirman "Dan janganlah berlebih-lebihan , Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan".

Sudah saat kita melepaskan diri dari kungkungan ajaran teologis
yang meninabobokan pengkutnya dan menjadi argumen pembenaran
terhadap perilaku dzalim dan menindas.Inti ajaran Islam bermuara
pada keadilan .Kemiskinan tidak akan pernah bisa diatasi dengan
charity berupa zakat , infaq dan shadaqah , karena jumlahnya tidak
akan pernah cukup , kemiskinan hanya bisa diatasi dengan upaya
yang keras agar pendistribusian kekayaan bisa dilakukan dengan adil
dan merata.Sudah saatnya bagi para aktivis Islam untuk tidak lagi
terbuai oleh ceramah-ceramah yang terlalu melebih-lebihkan fungsi
ZIS , sudah saatnya para aktivis Islam turun ke bawah , bela para
buruh agar mereka dibayar dengan layak , bela kaum petani agar
hasil usahanya dihargai dengan harga yang layak , lawan usaha-usaha
perdagangan yang tidak fair seperti monopoli , ijon dan kartel .

Ummat Islam seharusnya malu terhadap dirinya sendiri kenapa yang
membela nasib kaum miskin itu adalah orang-orang non muslim bahkan
kaum yang tidak beragama , sementara para aktivis Islam terkurung
di masjid-masjid , bersikap eksklusif dan lebih suka saling mengkafirkan
sesamanya hanya karena perbedaan-perbedaan pendapat yang remeh
daripada turun kebawah membela mereka.

Dan sudah saatnya pula kita melihat dan mengkritisi kembali wacana
teologis mengenai nasib , kehendak Allah dan kehendak manusia .
Sudah saatnya kita kembali mengangkat wacana teologis yang membebaskan
manusia dari kedzaliman , penindasan dan ketidakadilan sebagaimana
yang diajarkan oleh Nabi s.a.w dan para sahabat.

No comments: