Saturday, October 20, 2007

Kekerabatan dan Mudik Kita


Abdul Mu’ti

Pada awalnya mudik Lebaran adalah budaya keislaman yang hanya dirayakan kaum Muslim. Perayaan ini sangat terkait dengan keyakinan bahwa manusia yang berlumur dosa dapat kembali ke fitrahnya sebagai makhluk yang suci dari dosa apabila mereka menempuh jalan kesalehan. Jalan kesalehan tersebut ada yang bersifat spiritual-vertikal menyangkut hubungan eksklusif manusia dengan Tuhan, seperti melaksanakan puasa Ramadhan dan memperbanyak shalat sunah. Selain itu, ada jalan kesalehan sosial-horizantal yang bersifat inklusif menyangkut interaksi antarmanusia. Ampunan Tuhan akan terbentang apabila manusia mampu membina persahabatan dan mengembangkan jaringan kekerabatan (silaturahim).

Secara umum, jaringan kekerabatan terbentuk melalui tiga ikatan. Pertama, ikatan nasab atau keturunan yang lahir dari pernikahan yang sah. Kedua, ikatan iman karena kesamaan agama (ukhuwah imaniyyah). Ketiga, ikatan kemasyarakatan atau kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Untuk mengembangkan jaringan kekerabatan tersebut, Islam mengajarkan agar kaum Muslim senantiasa berpikir positif (husnudzan) terhadap perbedaan, berlapang dada dan saling memaafkan, serta saling berkunjung dan membantu mengatasi kesulitan. "Barang siapa yang ingin memiliki rezeki yang lapang dan usia yang panjang, hendaklah dia mengembangkan jaringan kekerabatan." Demikianlah salah satu hadis Nabi Muhammad SAW yang sangat populer.

Dalam perkembangannya, mudik Lebaran menjadi budaya kosmopolitan yang sangat kompleks. Mudik telah menjadi budaya bangsa Indonesia, Muslim dan non-Muslim. Mudik Lebaran telah menjadi ritual "agama" baru dengan pemaknaan dan ekspresi yang kreatif dan "sinkretik" khas Islam Indonesia. Contoh yang paling genuine adalah perayaan halalbihalal. Tak satu pun ayat Al Quran dan hadis yang secara eksplisit memerintahkannya. Halalbihalal adalah ekspresi dan representasi nilai Islam tentang saling memaafkan, mengembangkan jaringan kekerabatan, dan jalan kesalehan menuju ampunan Tuhan. Tradisi halalbihalal menunjukkan keluwesan Islam yang memungkinkan perayaan ini diterima luas oleh masyarakat. Semua umat beragama merasa turut bergembira, berbagi kebahagiaan dan saling memaafkan.

Betapapun pertemuan keluarga yang singkat, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, tetapi mudik kita bisa menjadi momen kebangsaan menatap masa depan, berbagi kebahagiaan di tengah kian rapuhnya persatuan kita sebagai sebuah bangsa Indonesia.

Abdul Mu’ti Direktur Eksekutif Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC) Jakarta

No comments: