[toga nainggolan; blog berita; sadarlah engkau, wahai umat]

Inilah jawaban bagi pembaca muslim yang selama ini suka mengkafirkan orang non-muslim.

Toga NainggolanArtikel ini ditulis oleh Toga Nainggolan; seorang wartawan di Medan, seorang pemeluk Islam. Tulisan ini dikirimkan ke imelku, bataknews [at] gmail [dot] com.

JANGAN BERPRASANGKA BURUK dulu, bahwa aku sedang melecehkan Baginda junjunganku sendiri. Justru kisah inilah yang membuatku yakin, dia memang utusan Tuhan. Jika tidak, aku pasti akan menganggapnya manusia biasa saja, yang kebetulan berotak jenius; itu pun tak lebih hebat dari Einstein.

Tapi pesan tulisan ini bukan tentang bagaimana aku percaya kepada Nabi, who cares?, tetapi bahwa Islam memang mengakui pluralitas, dan tidak pantas bagi seorang muslim, atau siapapun, memvonis orang lain kafir, infidel, domba yang tersesat, apalagi calon penghuni neraka. Neraka dari Hongkong!

Muhammad SAW sedang duduk-duduk di rumahnya, saat Salman Alfarisi, sahabat dekatnya yang bukan dari etnis Arab, dan telah kenyang bongkar pasang agama dan cara memuja Tuhan sebelum akhirnya bertemu Rasulullah dan memeluk Islam, datang mendekat. Lelaki cerdas yang selalu bertanya tentang segala hal dalam pikirannya itu sedang galau. Apalagi kalau bukan dikepung sebuah tanya.

“Assalamu ‘alaikum, yaa Rasulullah”.

“Wa ‘alaikum salam”.

Tak banyak basa-basi, ia langsung bercerita tentang orang-orang nonmuslim, yang percaya kepada Tuhan dan melakukan pekerjaan yang baik, (amalan shalihah). Tapi itu tadi, mereka nonmuslim.

“Akan bagaimanakah nasib mereka kelak, ya Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Mereka akan mati dalam keadaan tidak Islam, kafir, dan mereka akan menjadi penghuni neraka.”

Salman sungguh sedih mendengar jawaban itu. Terbayang di benaknya, bagaimana teduhnya wajah-wajah orang yang percaya dan menyembah Tuhan itu, kepatuhan mereka kepada Tuhan, dan kasih sayangnya kepada sesama. Setelah pamit, dia melangkah. Makin gundah, tapi tak kuasa membantah utusan Allah.

Di belakangnya, tubuh Rasulullah sedikit bergetar. Jibril, atau Gabriel, datang berkelebat, membawa kata-kata milik Sang Kebenaran Sejati. Firman Tuhan yang kemudian tercatat dalam Al-Qur’an, pada Surat Albaqarah (2:62) itu sungguh indah, meneduhkan hati.

“Sesungguhnya orang-orang yang percaya, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin*), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan berbuat baik, mereka akan menerima pahala dari Tuhan. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.”

Rasulullah memanggil Salman, menyampaikan firman Tuhan yang baru saja turun itu, dan mengimbuhinya sembari tersenyum lembut, “Ayat itu untuk teman-temanmu”.

Mengapa kisah turunnya (asbabun nuzul) ayat ini kubilang membuat aku percaya Muhammad SAW utusan Allah? Karena selaku manusia biasa, dia pun ternyata pernah “terjebak” pada cara berpikir yang cenderung eksklusif. Cara berpikir yang, sayangnya, justru banyak dipelihara saudara-saudara kita saat ini, di semua agama dan keyakinan.

Namun begitu datang kata kebenaran sejati dari Tuhan, tanpa harus merasa malu atau enggan, dia mencabut sendiri ungkapannya beberapa menit sebelumnya. Sekali lagi, kita tidak akan membahas itu. Tetapi pesan ayat ini jelas, yang paling dilihat Allah adalah dua hal: PERCAYA dan BERBUAT BAIK.

Hal ini ada dijelaskan di puluhan ayat Al-Qur’an, dan tertera pula di Alkitab, Mazmur (37:3). Seperti bersepakat dengan Shakespeare, Tuhan seolah membisikkan dengan penuh kasih sayang dan pengampunan, “What’s a name“. Apalah arti sebuah nama, label, karena Tuhan melihat ke dasar hati.

Seperti Muhammad SAW, Nabi Musa AS pun pernah mendapat teguran karena memvonis orang lain, seorang gembala yang ingin menunjukkan cinta kepada Tuhan dengan cara menyisir rambut dan mencabut uban-Nya, telah salah cara dalam menyembah Tuhan.

“Musa, engkau telah memisahkan hamba-Ku dari Aku. Aku telah anugerahkan kepada setiap manusia cara berdoa masing-masing; Aku telah berikan cara khusus kepada masing-masing untuk menunjukkan cinta. Aku tidak melihat pada ucapan lidah, tetapi Aku melihat ke dalam sanubari dan perasaan terdalam hati manusia. Aku melihat ke dalam hati manusia untuk melihat apakah ada kerendahhatian, walaupun ucapannya tidak menunjukkan demikian. Cukuplah sudah segala macam ungkapan dan metofora! Aku menginginkan hati yang membara dengan api cinta, hati yang membara.”

*) Sebagian ahli tafsir menerjemahkan Shabiin sebagai kaum yang tak punya agama yang jelas, namun percaya kepada Tuhan dan berbuat baik kepada manusia. Semacam agnostik barangkali. [www.blogberita.com]

CATATAN BLOG BERITA:

Dulu di blogku yang satu lagi pernah kutulis sebuah artikel untuk ibuku; justru setelah aku menjadi muslim, aku semakin tahu bahwa Kristen juga benar.

Seperti sering kuungkapkan di blog ini, aku tidak mau menelan bulat-bulat semua doktrin agamaku. Kusaring dulu mana yang baik kuterapkan dan mana yang tidak — berpatokan pada humanisme, toleransi, perdamaian, dan saling mengasihi sesama manusia.

Bila banyak muslim mengatakan bahwa yang disebut saudara adalah hanya sesama muslim sedangkan umat lain tidak layak dianggap saudara, maka aku bersikap berbeda. Aku mencintai dan menganggap semua ORANG BAIK adalah saudara, tak peduli apapun agamanya; Buddha, Hindu, Parmalim, Konghucu, Kejawen, Katolik, Protestan, Islam, dll. Bahkan yang tidak beragama sekalipun, asalkan dia bersikap baik dan penuh kasih terhadap sesama manusia, aku rela menjadikannya saudara. Sedangkan ORANG JAHAT seperti pembunuh, pemerkosa, teroris semisal Amrozi, perusak harta-benda orang seperti aktivis Forum Pembela Islam, dll tidak akan pernah kuanggap sebagai saudaraku — meskipun dia beragama Islam.

Aku berharap, kiranya artikel Toga ini bisa membukakan hati kita, khususnya umat Islam, untuk tidak lagi mengkafirkan umat lain. Sekarang kita umat muslim sedang menjalankan ibadah bulan Ramadan, dan ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Setiap manusia harus berubah; berubah menjadi lebih baik. Bagi yang mau, alhamdulillah, puji Tuhan. Bagi yang tidak, aku tak bisa memaksa. Sebab, setiap kebaikan harus dilakukan dengan keikhlasan hati.

Silakan bila ingin mengutip artikel dari blog ini, dengan syarat menyebut sumber. Bila dikutip untuk website, blog, atau milis, maka tuliskanlah sumbernya www.blogberita.com dan buatkan link ke artikel bersangkutan. Bila dikutip untuk koran, majalah, bulletin, radio, televisi, dll, maka tulislah/ sebutkanlah sumber kutipannya; www.blogberita.com.

Artikel Toga Nainggolan sebelumnya:

Artikel terkait: