Friday, April 4, 2008

Fitna Bukti Krisis Dialog Peradaban

Muhammad Ismail Yusanto
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Akhirnya film yang menghina Islam itu jadi dirilis. Di antaranya di situs internet leavleak.com. Sebelumnya banyak pihak meminta agar film itu tidak diedarkan. Tapi, atas nama kebebasan berpendapat Geert Wilders, anggota parlemen Belanda yang membuat film itu, tetap mengotot mengedarkan film berdurasi 15 menit itu.

Film berjudul Fitna itu pun menuai kecaman dari berbagai pihak. Negara-negara Muslim, seperti Iran, Bangladesh, Pakistan, dan Yordania langsung bereaksi keras mengecam film ini. Kecaman yang sama muncul dari Uni Eropa dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon. Menurutnya, film Wilders merupakan film jahat. Tapi, Pemerintah Belanda mengaku tidak bisa berbuat banyak melarang film itu.

Perdana Menteri Belanda Dr Jan Peter Balkanende, seperti yang tertulis dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi, mengatakan Wilders tidak mewakili Belanda. Masih menurut PM Jan Peter, hukum Belanda tidak bisa menindak tegas pemutar film, apabila aspek yang ditimbulkan dari film itu belum terlihat.

Aparat baru bisa melakukan investigasi apabila sudah berdampak pada aspek kriminal di tengah masyarakat. Belanda memang dikenal sebagai negara yang paling liberal di Eropa. Penghinaan terhadap Islam bukan kali pertama.

Wilder pernah mengatakan Alquran adalah buku fasistis yang menyebarkan kebencian dan kekerasan. Dia juga menyerukan agar Alquran dilarang, sebagaimana dilarangnya Mein Kampf, buku Hitler. ‘’Muslim yang tinggal di Belanda harus menyobek setengah dari Alquran. Jika Muhammad tinggal di sini (Belanda) sekarang, aku akan menyuruhnya keluar dari Belanda dengan belenggu,’’ ujar Wilders.

Beberapa tahun sebelumnya, Ayaan Hirsi Ali mencari popularitas dan jabatan politik dengan menghina Islam. Politisi Belanda kelahiran Somalia ini mengecam Islam sebagai agama terbelakang dan merendahkan wanita.

Dia juga menuduh Rasulullah Muhammad SAW sebagai orang yang sesat karena menikahi Aisyah ra yang masih kanak-kanak. Dengan sangat keji, dia menuduh Rasulullah SAW itu pervers (mempunyai kelainan seksual).

Hirsi juga membantu Theo Van Gogh membuat film yang berjudul Submission. Dalam film itu dia menuduh Alquran mendorong kekacauan dan pemerkosaan terhadap seluruh anggota keluarga.

Dalam film itu terdapat adegan seorang Muslimah yang shalat, tapi berpakaian tembus mata dan di tubuhnya tertulis ayat-ayat Alquran. Gara-gara film ini, sutradara Theo Van Gogh dibunuh oleh Muhammad Buyeri, seorang Muslim yang tidak rela agamanya dihina.

Standar ganda
Sikap Pemerintah Belanda dan negara Eropa yang tidak melarang penghinaan terhadap Islam atas nama kebebasan berpendapat patut dipertanyakan. Di sebagian besar negara Eropa siapa pun yang meragukan atau mengkritik kebenaran Hollocaust (pembantaian massal) yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang Yahudi di Eropa akan diseret ke pengadilan sebagai tindakan kriminal. Bukankah mengkritik Hollocaust juga bagian dari kebebasan berpendapat?

Mengapa untuk kritikan terhadap Hollocaust dilarang, sementara penghinaan terhadap Islam dibiarkan?

Wilders pernah mengusulkan agar Alquran dilarang di Belanda. Di Perancis, pemakaian kerudung dilarang di sekolah umum.

Pelarangan ini bertentangan dengan kebebasan beragama. Artinya, negara Barat mengakui tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas tanpa ada pembatasan.

Mereka sebenarnya bisa bertindak melarang seperti dalam kasus Hollocaust. Sikap Pemerintah Belanda menunjukkan mereka membiarkan kejahatan.

Standar ganda seperti ini sering terjadi, terutama pada perkara yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Hamas yang berjuang membebaskan negerinya dari penjajahan Israel disebut teroris. Tindakan Israel yang membunuh banyak rakyat sipil disebut aksi membela diri.

Konsistensi Barat terhadap apa yang mereka katakan sebagai nilai-nilai HAM dan demokrasi patut dipertanyakan. Wapres AS, Dick Cheney, saat di Baghdad untuk memperingati lima tahun pendudukan AS, mengatakan yang dilakukan negaranya untuk kebebasan dan demokrasi. Pertanyaannya, apakah sebuah tindakan demokratis dan sesuai dengan HAM memaksakan sistem demokrasi pada sebuah negara seperti Irak dengan menggunakan kekuatan militer? Faktanya, setelah lima tahun invasi AS, Irak hancur berantakan.

Penyiksaan terhadap Muslim yang dituduh teroris juga menunjukkan inkonsistensi Barat. Barat sering menguliahi negara dunia ketiga untuk menjadi negara hukum. Semua teori tidak berlaku bila berkaitan dengan Muslim yang dituduh teroris.

Ada juga penjara rahasia di Thailand, Afghanistan, dan beberapa negara Timur Tengah. Human Right Watch mensinyalir terdapat penjara rahasia AS, tempat tawanan diinterogasi dan disiksa di Polandia dan Rumania. The Guardian juga pernah membocorkan dokumen tentang adanya 300 penerbangan rahasia ilegal yang dilakukan CIA membawa tawanan perang melintasi Eropa.

Barat cenderung diam menyaksikan AS melakukan waterboarding, yakni tindakan interogasi terhadap terdakwa dengan cara menenggelamkannya ke dalam air yang sesungguhnya bertentangan dengan Konvensi Jenewa. Banyak pihak makin meragukan nilai-nilai kapitalisme Barat.

Dialog antarperadaban
Sikap Barat terhadap umat Islam membuat slogan dialog antarperadaban dan saling menghargai yang sering dikampanyekan layak dipertanyakan. Dialog ini semakin kurang relevansinya.

Di satu sisi Barat menyerukan dialog peradaban, tapi pada saat yang sama mereka membiarkan penghinaan terhadap peradaban lain, seperti penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW dan Alquran.

Barat memaksakan peradabannya di negeri-negeri Islam, bahkan dengan kekuatan militer. Tentu saja dialog peradaban semacam ini dan dalam kondisi seperti ini akan sulit diterima. Antara peradaban Barat dan Islam tidak sama posisinya.

Patut dipertanyakan kampanye yang menolak radikalisme dan mendorong umat Islam menjadi Muslim moderat dan toleran terhadap nilai-nilai Barat. Pemerintah Barat membiarkan pemikiran ekstrem dan radikal atas nama kebebasan, menghina Islam, dan kaum Muslim.

Tindakan radikal juga dilakukan AS dan Israel terhadap negeri Islam yang telah menimbulkan banyak korban jiwa. Walhasil, dialog peradaban dan dorongan agar menjadi Muslim moderat terkesan sekadar untuk membungkam perlawanan umat Islam terhadap Barat yang menindas umat Islam dan mendorong umat Islam agar mau diperlakukan secara semena-mena oleh mereka.

No comments: