Friday, April 4, 2008

Membela Rakyat

Oleh : KH Didin Hafidhuddin

Fenomena gizi buruk dan penyakit busung lapar semakin hari semakin memprihatinkan. Belum lama ini terjadi sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan negeri ini, yaitu meninggalnya seorang ibu hamil bersama puterinya yang berusia lima tahun akibat tidak makan (kelaparan) selama tiga hari di sebuah kota di wilayah timur Indonesia. Sedangkan puteranya yang lain, dirawat secara intensif di sebuah rumah sakit di kota tersebut, dan beruntung dapat diselamatkan.

Demikian pula dengan kasus gizi buruk yang melanda wilayah-wilayah lain di Tanah Air. Bahaya yang mengancam masa depan bangsa sangat jelas terlihat akibat gizi buruk yang menimpa anak-anak bangsa. Bagaimanapun, mereka adalah harapan kita di masa depan. Begitu pula dengan keadaan sosial masyarakat Indonesia yang dirasakan semakin hari semakin berat. Daya beli masyarakat sebagai contoh, semakin lama semakin mengalami penurunan.

Berdasarkan kajian Tim Indonesia Bangkit, upah riil petani pada 2007 mengalami penurunan sekitar 0,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula dengan upah riil buruh bangunan, pembantu rumah tangga, dan tukang potong rambut, mengalami penurunan masing-masing sebesar dua persen, 0,5 persen, dan 2,5 persen.

Masih dalam periode yang sama, upah riil buruh industri mengalami penurunan sebesar 1,2 persen. Menurunnya upah riil kelompok rakyat kecil tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tahun lalu sesungguhnya lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas (Beik dan Hakiem, 2008).

Sementara itu, harga minyak goreng juga terus melambung. Di kota-kota besar nampak terlihat dengan jelas masyarakat antre untuk mendapatkan minyak goreng curah. Sebuah kondisi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebuah negeri yang subur, tempat berbagai tanaman dapat tumbuh dengan baik, namun ternyata mengalami fenomena banyaknya orang yang kelaparan, kurang gizi, harga-harga barang kebutuhan pokok yang terus merambat naik, dan angka pengangguran serta kemiskinan yang juga tinggi.

Kita khawatir negeri ini seperti yang digambarkan oleh Allah SWT dalam QS 16 : 112, Allah berfirman : "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat."

Sesungguhnya pemerintah telah berusaha untuk keluar dari situasi ini. Sejumlah kebijakan telah dilaksanakan oleh pemerintah, seperti bantuan langsung tunai, bantuan tunai bersyarat hingga program raskin (beras untuk orang miskin). Termasuk pula kebijakan untuk mengembangkan UKM. Namun demikian, seringkali kebijakan-kebijakan tersebut tidak efektif di lapangan karena tidak amanahnya sebagian pejabat dan aparat yang bertanggung jawab dalam proses eksekusinya.

Akibatnya seringkali terjadi, rakyat yang seharusnya menerima bantuan namun ternyata tidak menerima karena kesalahan dalam pendataan. Untuk itu diperlukan adanya proses perbaikan yang kontinyu ke depan. Tiga Pilar Solusi Di tengah beratnya situasi yang dihadapi, optimisme harus senantiasa tumbuh dalam diri setiap warga negara. Kembali pada Alquran dan sunnah merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan.

Ada tiga langkah solusi yang dapat dilaksanakan sebagaimana yang dinyatakan dalam QS 106 : 3-4. Allah SWT berfirman : "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka'bah) (3). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar, dan mengamankan mereka dari ketakutan (4)."

Pertama, pemerintah dan rakyat harus lebih meningkatkan kualitas keimanan, keyakinan dan ibadah kepada Allah SWT. Hal tersebut merupakan prasyarat mutlak untuk mendatangkan pertolongan Allah. Agar negeri ini mampu menghasilkan kualitas manusia yang demikian, maka pengembangan sektor pendidikan menjadi sebuah keniscayaan.

Ia merupakan pilar yang sangat penting di dalam menumbuhkan karakter bangsa yang berkualitas. Pendidikan yang dimaksud juga bukan sekadar transfer of knowledge. Melainkan lebih pada perubahan sikap dan karakter, dari sifat malas menjadi memiliki etos kerja yang kuat, dari pesimis menghadapi masa depan menjadi optimis, dan lain-lain.

Untuk itu, dibutuhkan adanya contoh dan teladan dari para pemimpin, termasuk para ulama dan pendidik. Salah satu sebab keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat Madinah pada saat itu, karena beliau memimpin dengan memberikan contoh. Sehingga masyarakat melihat apa yang dilakukannya. Dan bukan semata-mata apa yang dikatakannya.

Bukti perbuatan nyata lebih memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan retorika semata. Hal lain yang juga sangat penting dalam konteks ini adalah alokasi anggaran untuk pendidikan dalam APBN yang secara konsisten harus memenuhi 20 persen dari total anggaran. Kedua, membebaskan masyarakat dari kelaparan, melalui pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi dengan cara memanfaatkan sumber daya alam lokal yang tersedia secara optimal (local-based resources).

Keberpihakan terhadap petani dan nelayan perlu menjadi agenda nasional, karena merekalah ujung tombak yang sangat mempengaruhi produksi pangan nasional. Peran BULOG dalam membela petani harus dioptimalkan. Demikian pula dengan penyediaan modal kerja bagi petani dan nelayan harus menjadi skala prioritas utama. Dalam hal ini, pemerintah dapat pula memanfaatkan instrumen sukuk sebagai gerbang investasi yang kini juga dimanfaatkan oleh negara-negara lain.

Ketiga, memberikan rasa aman kepada masyarakat baik secara fisik maupun mental, melalui optimalisasi peran aparat di dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat. Kita berharap peran aparat sebagai pelayan masyarakat dapat terus menerus ditingkatkan. Misalnya, melihat secara langsung kondisi masyarakat merupakan sebuah keniscayaan.

Ada baiknya pernyataan Umar bin Kaththab ketika menjadi khalifah dijadikan sebagai renungan. Beliau menyatakan "Pada masa pemerintahanku, jangankan manusia, binatang pun tidak boleh ada yang mati kelaparan". Wallahu'alam bi ash-shawab.

No comments: