Tuesday, April 8, 2008

PENGHINAAN AGAMA


Tunggu Langkah Konkret Pemerintah Belanda

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO / Kompas Images
Duta Besar Belanda untuk Indonesia Nikolaos van Dam (kiri) didampingi Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (tengah) dan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berdialog soal film Fitna dengan ormas-ormas Islam dan duta besar dari negara-negara Islam untuk Indonesia di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (7/4).

Selasa, 8 April 2008 | 00:48 WIB

Jakarta, Kompas - Ormas Islam di Indonesia masih menanti langkah konkret Pemerintah Belanda terhadap pembuat film anti-Islam, Fitna, Geert Wilders. Apalagi, langkah yang dilakukan Wilders sudah merugikan pemerintah, pengusaha, dan masyarakat Belanda serta membahayakan bagi perdamaian dunia Islam dan Barat.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin kepada Duta Besar Belanda untuk Indonesia Nikolaos van Dam yang hadir dalam dialog dengan pimpinan ormas Islam dan duta besar negara-negara Islam di Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah di Jakarta, Senin (7/4). Dubes yang hadir antara lain Sayed Taha Assyayed (Mesir), Aydin Evirgan (Turki), dan Mohammad Abdurrahman Alkhayath (Arab Saudi).

”Pemerintah Belanda tidak cukup mengeluarkan rasa penyesalan dan ketidaksetujuan. Harus ada langkah konkret,” ujar Din.

Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, Belanda sudah menanggung kerugian akibat langkah Wilders yang tidak bertanggung jawab. ”Demi kemaslahatan pemerintah dan masyarakat Belanda sendiri, sebaiknya Pemerintah Belanda bisa membuktikan secara hukum bahwa Wilders sudah bersalah karena menghina Islam dan merugikan negara Belanda,” ujarnya.

Sebelumnya, Nikolaos mengatakan, pandangan Wilders tentang Islam melalui film Fitna itu tidak mencerminkan pandangan dan kebijakan Pemerintah Belanda. Bahkan, Pemerintah Belanda dengan tegas menolak film itu karena sifatnya yang menggeneralisasikan dengan cara yang menyakitkan serta menimbulkan dampak memecah belah.

”Kita sebenarnya berada pada pihak yang sama dalam menyikapi film itu. Islam tidak boleh diidentikkan dengan tindakan kekejaman dan kekerasan. Kami menyesal bahwa Wilders telah meluncurkan film ini,” ujarnya.

Menurut Nikolaos, film Fitna itu tidak ada manfaatnya kecuali untuk menyinggung perasaan.

”Pemerintah Belanda merasa terdukung dengan reaksi awal yang begitu terkendali, baik dari organisasi Islam di Belanda maupun mayoritas organisasi Islam di Indonesia,” ujarnya. (MAM)

No comments: