Friday, April 4, 2008

Geliat Islam di Senegal

Jumat, 4 April 2008 | 01:21 WIB

Sebuah menara masjid berwarna putih dengan bentuk khas Maghrib Arab (Maroko) terlihat cukup mencolok dari semua arah di kota Dakar, ibu kota Senegal. Itulah masjid terbesar di kota Dakar dan bahkan Senegal. Masjid itu bernama Masjid Besar Dakar.

Modelnya persis seperti masjid-masjid di Maroko. Di bagian tengah terdapat ruangan terbuka, tak ubahnya seperti masjid-masjid di Maroko dan Afrika Utara. Masjid Besar Dakar didominasi warna putih dan memiliki halaman sangat luas, yang membuat tampak cukup megah.

”Masjid ini memang bantuan dari Pemerintah Maroko. Jadi, masjid ini mengambil model seperti masjid di Maroko,” ungkap Mustafa, seorang pekerja asal Maroko di masjid tersebut. Mustafa didapati sedang merapikan karpet-karpet yang menjadi lantai masjid besar itu. Para pekerja lain dari warga Senegal juga tampak sibuk memperbaiki bagian-bagian dalam masjid, seperti atap dan lampu masjid.

Menurut Mustafa, Masjid Besar Dakar sedang direnovasi. ”Para pejabat tinggi Senegal, bahkan Presiden Senegal Abdoulaye Wade, biasa shalat di mesjid ini pada hari Jumat atau hari-hari penting lainnya,” ungkap Mustafa lagi dengan bahasa Arab. Mustafa kemudian mempersilakan Kompas melihat-lihat seluruh bagian di masjid itu.

Selain Masjid Besar Dakar, terdapat ribuan masjid kecil lain di ibu kota Senegal itu. Mencari mesjid atau tempat mushala di kota Dakar sangatlah mudah. Di berbagai sudut kota terdapat masjid atau mushala. Saat waktu shalat tiba suara azan terdengar di mana-mana di kota Dakar.

Berjemaah

Kota Dakar memang tampak sangat Islami. Jangan heran jika di tengah jalan, kita mendapati penduduk Senegal shalat berjemaah di tepi jalan.

Kompas sempat melihat di pasar penjualan suku cadang kendaraan di kota Dakar para pedagangnya langsung shalat berjemaah ketika waktu shalat tiba.

Sejauh pemantauan Kompas, penduduk Senegal cukup taat menjalankan ajaran agamanya.

Di luar kota Dakar, nuansa religius tampak semakin kuat. Sering kali terlihat penduduk Senegal mengenakan peci putih haji. Suasana desa di luar kota Dakar tak ubahnya seperti desa-desa di Jawa dan Madura. Di setiap desa pasti minimal ada satu masjid.

Agama Islam kini dianut oleh 95 persen dari sekitar 11 juta penduduk Senegal. Salah satu bentuk komitmen Pemerintah Senegal terhadap Islam adalah menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam sebanyak dua kali, yakni pertama tahun 1991 dan kedua pada tahun 2008.

Peran tarekat sufi

Aliran tarekat sufi dianggap membantu tersebarnya agama Islam dengan mudah dan cepat di Senegal dan negara-negara di Afrika Barat lain. Ada dua aliran tarekat yang banyak dianut di Senegal, yaitu Tarekat Muridiyah dan Tijaniyah.

Pada saat Senegal meraih kemerdekaan dari Perancis tahun 1960 jumlah penduduk negara tersebut hanya sekitar lima juta jiwa dengan mayoritas beragama Islam. Penganut Tarekat Tijaniyah saat itu diperkirakan berjumlah dua juta pengikut. Adapun penganut Tarekat Muridiyah sekitar satu setengah juta pengikut.

Penganut animisme diperkirakan hanya tiga perempat juta jiwa. Kaum Muslim di Senegal pascakemerdekaan dikenal segera berhasil memegang sendi-sendi pemerintahan dan perekonomian negara. Oleh karena itu, kaum Muslim di Senegal memegang hegemoni negara.

Mereka pun dikenal sangat antusias menunaikan ibadah haji. Kucuran dana dari negara-negara Arab Teluk pada Senegal dikenal banyak dinikmati kaum Muslim di negara itu yang membuat mereka lebih maju di semua bidang, yakni politik, ekonomi, dan budaya.

Tarekat Muridiyah merupakan salah satu tarekat yang banyak memikat penduduk Senegal dan Afrika Barat. Tarekat Muridiyah didirikan oleh Sheikh Ahmed Bamba tahun 1886. Semula Tarekat Muridiyah hanya cabang dari Tarekat Qadiriyah.

Penduduk Afrika Barat, khususnya Senegal, memilih Tarekat Muridiyah sebagai simbol perlawanan terhadap kolonial Perancis di Senegal. Selain itu, penduduk Afrika Barat menjadikan Tarekat Muridiyah sebagai tempat bersandar ketika mereka kehilangan peran dan pekerjaan atau mendapat musibah lainnya.

Pendiri Tarekat Muridiyah, Sheikh Ahmed Bamba, selalu menyerukan para pengikutnya untuk bekerja keras dan disiplin. Ia senantiasa memberi dorongan moral para pengikutnya untuk bekerja keras. Ia menyebutkan, bekerja keras nilainya setara dengan menjalankan ibadah shalat. Ia menginginkan kehidupan para pengikut Tarekat Muridiyah sangat produktif dan bermanfaat.

Pada tahun 1912 kolonial Perancis semakin memperkuat posisinya di Senegal. Sheikh Ahmed Bamba pun mencoba menjalin hubungan baik dengan kolonial Perancis itu. Kolonial Perancis mengizinkan Sheikh Bamba tinggal dan menjalankan aktivitasnya di wilayah Peuls di Senegal.

Dari wilayah tersebut, Tarekat Muridiyah semakin menyebar luas dan populer. Kolonial Perancis disebut ikut membantu Sheikh Bamba dan Tarekat Muridiyah. Pascawafatnya Sheikh Bamba pada tahun 1927, Tarekat Muridiyah semakin meluas.

Pada saat Senegal meraih kemerdekaan pada tahun 1960 jumlah pengikut Tarekat Muridiyah mencapai satu setengah juta pengikut. Salah seorang ulama yang juga berjasa menyebarkan Islam di Senegal dan Afrika Barat adalah Sheikh Hamiyallah. Ia adalah pendiri dan pemimpin gerakan pembaru ”Hamiliyah” yang lahir dari kandungan Tarekat Tijaniyah. Ia pernah diasingkan kolonial Perancis beberapa kali.

Tarekat Tijaniyah juga merupakan salah satu tarekat yang berjasa menyebarkan Islam di Senegal dan negara tetangganya.

Ulama besar

Adalah Sheikh Abdou Lah merupakan ulama besar dan pemimpin penting dari Tarekat Tijaniyah. Ia mengenal Tarekat Tijaniyah di kota Fez, Maroko. Ia sempat tinggal di Gambia dan Fez, lalu menetap di Kaolack, Senegal, tahun 1910.

Pascawafatnya pada tahun 1922, putranya bernama Muhammad menggantikan ayahnya memimpin Tarekat Tijaniyah. Namun, putra kedua Sheikh Abdou Lah bernama Ibrahim memilih memisahkan diri dari kakaknya (Muhammad) dan mendirikan cabang Tarekat Tijaniyah sendiri.

Pada tahun 1930 Ibrahim mengklaim dirinya sebagai penyelamat zaman. Sepulang dari menunaikan ibadah haji tahun 1937, ia mampir di kota Fez, Maroko, (tempat berdirinya Tarekat Tijaniyah).

Sesampai di Senegal dari kota Fez, ia menobatkan diri sebagai pemimpin tertinggi Tarekat Tijaniyah di Afrika Barat, menggantikan pemimpin tertinggi sebelumnya, Al Hajj Umar Tall.

Para pemimpin Tarekat Tijaniyah di negara-negara Afrika Barat, seperti Nigeria, Gambia, Togo, Ghana, Guinea Bissau, Guinea, Mali, dan Mauritania, segera menobatkan Ibrahim sebagai pemimpin tertinggi mereka. Ibrahim pun lalu sering berkeliling di wilayah Afrika Barat.

Salah satu ajarannya yang dianggap pembaruan pada saat itu adalah mengizinkan menggunakan semua alat media komunikasi, seperti radio, untuk menyebarkan dakwah Islam. Ia juga mewajibkan kaum wanita dan anak kecil terlibat dalam aktivitas keagamaan. (MTH)

No comments: