Thursday, April 17, 2008

Pemikiran Hukum Islam Indonesia

Oleh : Azyumardi Azra

Bahwa hukum Islam (syariah dan fikih) di Indonesia kian mendapat perhatian banyak kalangan tidaklah diragukan lagi. Sejumlah karya penting dalam subjek ini kian banyak diterbitkan akhir-akhir ini pada tingkat internasional. Yang paling akhir adalah karya Michael R Feener, Muslim Thought in Modern Indonesia (Cambridge: Cambridge University Press, 2007).

Membaca buku ini, jelas pengarang tampaknya ingin menulis lebih daripada sekadar sejarah perkembangan syariah atau fikih di Indonesia, khususnya di masa modern. Lebih dari itu, Feener berusaha mengungkapkan dinamika pemikiran Islam modern di Indonesia dengan penekanan khusus pada pemikiran hukum. Feener memperlihatkan bahwa perkembangan pemikiran hukum Islam tidak terlepas dari pemikiran Islam secara keseluruhan, setidaknya pada dua level: pertama, Dunia Muslim dan kedua, konteks agama, sosial-budaya, dan politik Indonesia.

Pertama, pemikiran Islam Indonesia, sejak masa awal penyebaran Islam di nusantara, khususnya sejak abad ke-13 tidak bisa lepas dari dinamika pemikiran Islam di tempat lain, khususnya Arabia. Saya, dalam sejumlah karya, telah menunjukkan hubungan intens pemikiran Islam Indonesia dengan pemikiran Islam di Arabia, khususnya melalui 'jaringan ulama' yang berpusat di Makkah dan Madinah sejak abad ke-17 sampai masa-masa lebih akhir.

Melalui jaringan ulama kosmopolitan ini, para ulama Jawi (Dunia Melayu-Indonesia) yang belajar di Haramayn dan kembali ke Tanah Air memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangan pemikiran dan kehidupan Islam; tidak hanya dalam bidang syariah atau fikih, tetapi juga tafsir, tasawuf, hadis, dan seterusnya. Sebagai misal, pada abad ke-17-18 tiga karya terpenting dalam bahasa Melayu dihasilkan tiga ulama terkemuka yang terlibat dalam jaringan ulama: al-Sirat al-Mustaqim karya Nur al-Din al-Raniri (W 1658), Mir'at al-Tullab karya `Abd al-Ra'uf al-Sinkili (W 1693), dan Sabil al-Muhtadin karya Muhammad Arshad al-Banjari (W 1812).

Karya para ulama ini bukanlah karbon copy buku-buku yang mereka pelajari di Haramayn; mereka juga melakukan kontekstualisasi dan vernakularisasi agar tulisan tetap relevan dengan konteks nusantara. Dinamika intelektual ini menjadi lebih luas dan intens di masa modern. Seperti dikemukakan Feener, "selama abad terakhir ini, para pemikir Muslim di Indonesia telah menumbuhkan kapasitas luar biasa untuk menghasilkan karya-karya inovatif dengan mengintegrasikan berbagai aliran dan corak pemikiran Muslim modern dari seluruh penjuru bumi; dan mengomunikasikannya dengan gagasan yang dikembangkan para pemikir non-Muslim di Eropa, Amerika Utara dan sebagainya" (h xvii).

Integrasi berbagai aliran pemikiran Islam merupakan salah satu distingsi utama Islam Indonesia. Khususnya dalam pemikiran hukum Islam, para ulama dan pemikir Islam Indonesia, seperti Hasbi ash-Shiddieqi, Hazairin, sejak 1960-an telah melakukan usaha-usaha serius untuk membentuk sebuah 'mazhab fikih Indonesia'.

Dalam pengembangan mazhab fikih nasional, jelas terlihat kaitannya dengan konteks keagamaan, sosial-budaya, dan politik Indonesia. Salah satu realitas terpenting adalah bahwa meski mayoritas penduduk negara ini adalah Muslim, tetapi Indonesia bukan negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, agama mendapatkan tempat sangat penting dalam kehidupan Indonesia.

Tentu saja sejak dulu sampai sekarang ada kalangan Muslim yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, dan/atau memberlakukan syariah. Setelah tidak berhasil pada tingkat nasional, mereka mengusahakannya pada tingkat lokal, misalnya, melalui perda-perda tertentu. Tetapi, jelas pula bahwa mayoritas terbesar kaum Muslim tidak menginginkan hal tersebut; dan menerima pengaturan politik sebagaimana adanya sejak Indonesia mencapai kemerdekaan. Bahkan, dari waktu ke waktu, NU, misalnya, menegaskan komitmennya pada finalitas negara-bangsa Indonesia dan Pancasila.

Gejala masih adanya kalangan Muslim yang menginginkan penerapan syariah sering mencemaskan kalangan luar khususnya. Tetapi, kecemasan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Seperti dikemukakan Feener, Islam Indonesia terus melahirkan generasi demi generasi ulama dan pemikir yang sangat aktif dalam pengembangan pemikiran Islam, termasuk pemikiran hukum. Mereka menghasilkan diskusi dan perdebatan yang intens dan hangat dalam pemikiran Islam.

Dalam bidang pemikiran hukum Islam, berbagai 'bentuk baru' fikih pun mulai muncul, seperti 'fikih sosial', dan 'fikih antar-agama'. Orang boleh tidak setuju dengan aspek-aspek tertentu pemikiran fikih seperti ini; dan ini bisa mendorong dinamika pemikiran lebih lanjut, jika disikapi secara cerdas dan bermartabat.

No comments: