Mempererat Silaturahmi
- Oleh Muslich Shabir
Sikap atau perbuatan yang sekiranya bisa menyakiti hati orang lain harus dihindari dan dibuang jauh-jauh. Bila ada perbedaan pendapat, perlu disampaikan dengan cara yang bijaksana dan dengan mempergunakan argumentasi yang kuat.
JATUHNYA Idul Fitri atau lebaran tahun 1428 H ini kemungkinan besar akan mengalami perbedaan. Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua di negeri ini, telah berketetapan hati untuk melaksanannya pada hari Jumat, 12 Oktober 2007. Sementara NU dan Pemerintah masih menunggu rukyatul hilal yang akan dilaksanakan nanti sore, saat matahari terbenam. Bila hilal (bulan sabit) bisa dilihat maka umat Islam bisa berlebaran pada hari yang sama. Akan tetapi bila hilal belum bisa dilihat maka puasa disempurnakan (istikmal) menjadi 30 hari.
Terjadinya perbedaan itu karena adanya metode penentuan awal bulan Qamariyah yang tidak sama. Perbedaan itu itu muncul karena adanya perbedaan dalam memahami nash, dalam hal ini hadis Nabi Muhammad saw. Dalam penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal, beliau bersabda yang artinya: "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat hilal. Jika hilal itu tertutup awan maka sempurnakanlah puasa itu (menjadi 30 hari).
Dalam memahami pengertian "melihat" muncul dua pengertian. Pertama, memahaminya bahwa "melihat" itu cukup dengan penglihatan akal melalui perhitungan ilmu astronomi, ilmu falak atau hisab. Kedua, memahaminya bahwa "melihat" itu harus dengan melihat hilal secara langsung dengan mata kepala atau dengan menggunakan alat bantu.
Pemahaman yang pertama membawa implikasi bahwa jika menurut hisab/perhitungan, saat ijtimak (konjungsi) dan ghurub (terbenamnya) matahari tanggal 29 hilal sudah berada di atas ufuk, berapa pun ketinggian derajatnya maka ditetapkan hilal sudah ada . Dengan demikian, malam itu masuk ke bulan Qamariyah berikutnya.
Pemahaman yang kedua berimplikasi bahwa jika hilal tidak bisa dilihat pada saat ghurub (terbenamnya) matahari tanggal 29, maka hitungan bulan Qamariyah itu harus disempurnakan menjadi 30 hari. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam merupakan hal yang biasa, dan Rasulullah saw pernah menyatakan: "Perbedaan di antara umatku merupakan rahmat".
Meskipun kemungkinan besar terjadi perbedaan dalam pelaksanaan Lebaran, jangan sampai perbedaan ini menjadi pemicu retaknya hubungan yang baik antara sesama muslim. Suasana semacam ini perlu diisi dengan upaya yang bisa memperkokoh ukhuwah Islamiyah, tali persaudaraan sesama muslim dengan memperat jalinan silaturahmi yang telah terbina selama ini.
Jalinan silaturahmi itu bisa dengan kunjung mengunjungi, dengan kartu lebaran, melalui telepon atau bahkan cukup dengan mengirim SMS. Silahturahmi merupakan sarana penting dan efektif yang kelihatannya sepele tetapi bisa membawa dampak positif yang terkadang tidak terfikirkan sebelumnya.
Dengan silaturahmi ini kita bisa berbincang-bincang dalam berbagai hal yang tidak hanya bisa mempererat tali persaudaraan saja bahkan bisa juga membawa kepada manfaat duniawi. Rasulullah saw pernah bersabda: "Siapa yang ingin ditambah rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka lakukanlah silaturahmi"
Halalbihalal yang sudah menjadi tradisi bangsa kita perlu dilestarikan karena ini merupakan jenis silaturahmi yang sangat baik. Dalam halal bihalal ini kita saling maaf memaafkan atas segala kesalahan dan kekhilafan.
Pintu Maaf
Kita wajib membuka pintu maaf seluas-luasnya kepada siapa pun, buanglah jauh-jauh sifat angkuh, sombong dan egois sehingga tidak mau meminta maaf atau tidak mau memaafkan orang lain. Sehebat apa pun kemampuan manusia, seluas apa pun ilmu pengetahuannya, setingga apa pun jabatan dan kedudukannya pasti tidak akan luput dari kesalahan dan kekhilafan.
Manusia adalah tempat salah dan lupa. Manusia yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, berarti ia telah berlaku sombong dan congkak. Allah swt., Dzat yang Mahakuasa, Dzat yang Mahamulia, Dzat yang maha dalam segala-galanya, apabila hamba-Nya memohon ampun kepada-Nya, seberapapun besar dosa itu (selain syirik) niscaya Allah akan mengampuninya.
Halalbihalal yang kita lakukan adalah dalam rangka untuk menghapus dosa sesama manusia yang tentunya harus dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Seharusnya, begitu seseorang melakukan kesalahan kepada orang lain, di saat itu pula ia harus meminta maaf.
Akan tetapi pada kenyatannya hal itu sulit dilakukan atau bahkan si pelakunya mungkin tidak sadar bahwa ia melakukan kesalahan, misalnya: ghibah (gunjingan) atau ucapan yang menyakitkan orang lain yang tanpa disengaja. Halalbihalal merupakan sarana yang efektif untuk itu dan bisa menjadikan hubungan kita akan semakin erat.
Hubungan yang erat itu perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya. Kita harus mau belajar dari masa lalu. Sikap atau perbuatan yang sekiranya bisa menyakiti hati orang lain harus dihindari dan dibuang jauh-jauh. Bila ada perbedaan pendapat, perlu disampaikan dengan cara yang bijaksana dan dengan mempergunakan argumentasi yang kuat.
Puasa yang telah kita laksanakan selama satu bulan itu harus membawa implikasi yang positif bagi diri kita. Kesalehan pribadi dan kesalehan sosial harus lebih berkualitas daripada sebelum bulan Ramadan. (11)
--- Prof Dr H Muslich Shabir MA, guru besar IAIN Walisongo
No comments:
Post a Comment