Umat Islam mengakhiri bulan Ramadhan dengan merayakan Idul Fitri atau Lebaran. Makna silaturahmi damai dan solidaritas-hospitalitas terpancar kuat dalam tradisi Lebaran.
Tidaklah berlebihan jika tradisi Lebaran dikaitkan dengan pembentukan budaya damai bagi umat dan masyarakat melalui solidaritas dan hospitalitas. Faktanya, tradisi Lebaran tidak hanya dihayati umat Islam, tetapi juga masyarakat luas.
Silaturahmi damai
Penghayatan inklusif masyarakat dalam memaknai Lebaran tampak dalam praksis silaturahmi damai. Dalam semangat itulah, setiap menyambut hari raya Idul Fitri, Gereja Katolik selalu menyampaikan ucapan pesan silaturahmi damai.
Mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri dan menyampaikan pesan atas sebuah hari raya keagamaan adalah ungkapan silaturahmi damai, tanda penghormatan dalam semangat kasih persahabatan.
Jean-Louis Kardinal Tauran dan Uskup Agung Pier Luigi Celata, atas nama Gereja Katolik Roma, dalam ucapan dan pesan silaturahmi damai menyambut hari raya Idul Fitri 1428 Hijriah menegaskan, "Sebagai umat beragama yang beriman adalah kewajiban kita semua untuk menjadi pembina-pembina perdamaian, hak-hak asasi manusia dan kebebasan yang menghargai setiap pribadi".
Lebih lanjut, diharapkan, Idul Fitri dapat menjadi sarana "untuk menjamin semakin kuatnya ikatan sosial yang ada, karena setiap orang harus memerhatikan saudari dan saudaranya tanpa diskriminasi. Dalam masyarakat tidak seorang pun boleh dikucilkan atas alasan kesukuan, keagamaan, atau karena karakteristik lain mana pun".
Persis, harapan-harapan itulah yang terajut dalam tradisi Lebaran, buah bulan suci Ramadhan. Tradisi Lebaran tidak hanya ditandai malam takbir dan shalat Id, tetapi juga silaturahmi damai antarpribadi, kelompok, dan masyarakat. Itulah proses nyata pembangunan budaya damai.
Tradisi Lebaran selalu menyentuh aspek personal dan sosial berlandaskan damai. Dalam silaturahmi, segala atribut ditanggalkan untuk merajut perdamaian antarumat manusia.
Solidaritas dan hospitalitas
Penghayatan silaturahmi damai lintas batas keagamaan merupakan bagian nilai transformatif-konstruktif kehidupan bersama. Tradisi Lebaran adalah bagian dari upaya memekarkan kehidupan iman dan takwa umat dan masyarakat yang dipraktikkan tanpa sekat diskriminatif.
Tradisi Lebaran mengurangi kodrat keagamaan yang sering cenderung menjadi eksklusif mengotak-ngotakkan dan ujungnya memecah belah persatuan dan kesatuan. Tradisi Lebaran mengedepankan semangat inklusif dan memberi ruang harmoni yang melahirkan damai dalam kehidupan bersama.
Meminjam penuturan Anthony Gittens, dalam tradisi Lebaran yang dirayakan secara lintas batas, bergemalah "solidarity and hospitality" (Focus Vol 22 No 3, 2002: 223). Solidaritas dan hospitalitas, kesetiakawanan dan keramahtamahan sejati adalah unsur hakiki silaturahmi damai dalam tradisi Lebaran.
Pada gilirannya, solidaritas dan hospitalitas yang menjiwai praksis silaturahmi damai dalam tradisi Lebaran dapat menepis anggapan, abad ini akan menjadi abad kemanusiaan yang ditandai accumalated barbarity, monstrous crimes, and endless suffering.
Tradisi Lebaran merupakan sarana efektif untuk mewujudkan solidaritas dan hospitalitas!
Selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H. Mohon maaf lahir dan batin!
Aloys Budi Purnomo Rohaniwan; Pemimpin Redaksi Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan, Semarang
No comments:
Post a Comment