Friday, March 7, 2008

Islam Bukan Sumber Permasalahan Demokratisasi

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan demokratisasi di sejumlah negara berpenduduk Muslim memang menimbulkan masalah. Namun, masalah ini bukan terjadi karena Islam sebagai agama yang dianut masyarakatnya.

Hal tersebut diungkapkan guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno dalam dialog media Jerman-Indonesia ”Islam, Demokrasi, dan Kebebasan Media”, Selasa (4/3). Turut hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah Hans-Ludwig Frese dari Kleio Humanities Bremen, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, dan Siti Musdah Mulia dari Indonesian Conference on Religion and Peace.

Menurut Magnis, permasalahan yang terjadi dalam proses demokratisasi di negara-negara dunia ketiga disebabkan kegagalan proses transisi demokrasi. Struktur masyarakat tradisional belum siap diubah menjadi masyarakat modern.

”Tatanan masyarakat tradisional yang sudah stabil dipaksa harus berubah sesuai tatanan masyarakat global. Kondisi ini membuat kemapanan sosial, ekonomi, keamanan, dan stabilitas dalam masyarakat menjadi terganggu,” katanya.

Untuk Indonesia, menurut Magnis, masalah yang terjadi selama proses demokratisasi selama 10 tahun terakhir lebih disebabkan akutnya korupsi dan pemerintahan yang lemah.

Sementara Azyumardi mengatakan, pelaksanaan demokrasi di negara berpenduduk Islam terbesar di dunia itu bukanlah hal baru. Sejak menjelang kemerdekaan, masyarakat muslim Indonesia sudah menerima demokrasi. Setelah mengalami demokrasi terpimpin di era Soekarno dan demokrasi Pancasila di era Soeharto, kini Indonesia sedang mencoba melaksanakan demokrasi yang sesungguhnya.

Meningkatnya kesadaran beragama di seluruh dunia selama dua dasawarsa terakhir juga terjadi di Indonesia. Namun, hal ini diyakini tidak akan mengganggu pelaksanaan demokrasi yang sedang dijalankan.

”Ketaatan dalam menjalankan agama tidak memiliki hubungan timbal balik dengan pilihan politik,” lanjut Azyumardi.

Kondisi ini jelas terlihat dari partai pemenang pemilu yang merupakan partai beraliran nasionalis. Partai-partai berasas Islam atau berbasis massa umat Islam justru bukan menjadi pilihan utama masyarakat. Padahal, jumlah penduduk Muslim di Indonesia mencapai 88 persen.

Keberhasilan pelaksanaan demokratisasi di Indonesia turut disokong oleh dua ormas Islam terbesar, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua kelompok masyarakat madani yang mandiri itu sudah menyatakan Pancasila dan Negara Kesatuan RI sebagai ideologi dan bentuk negara yang final.

”Kondisi ini tidak terjadi di Timur Tengah. Di sana tidak ada kelompok masyarakat madani yang mandiri dari pengaruh negara,” tegasnya. (mzw)

No comments: