Monday, March 10, 2008

Islam, Muslim, dan Terorisme



Oleh : Azyumardi Azra


Sebuah survei tentang Islam, Muslim, dan terorisme yang baru-baru ini diumumkan Gallup, sebuah lembaga survei terkemuka yang berpusat di Amerika Serikat, sangat penting dan menarik. Hasil dan temuan survei yang dilaksanakan selama enam tahun dengan melibatkan sampel lebih dari 50 ribuan orang, yang equivalen dengan sekitar 90 persen kaum Muslimin di muka bumi, ini menantang sekaligus mengoreksi pandangan keliru dan mispersepsi dominan di kalangan Barat tentang hubungan Islam dan para penganutnya dengan terorisme.

Ada pandangan di kalangan Barat, bahwa Islam itu sendiri sebagai agama merupakan faktor pendorong (driving force) bagi radikalisme. Tetapi, survei Gallup yang dilakukan di 40 negara Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa menemukan, bahwa mayoritas terbesar kaum Muslimin menolak radikalisme, apalagi terorisme. Mereka juga mengutuk serangan 11 September 2001 di New York dan Washington serta serangan teroris selanjutnya, seperti di Bali, Madrid, dan London.

Gallup juga menemukan, peningkatan semangat keislaman di banyak kalangan Muslimin sekarang ini tidak diterjemahkan ke dalam dukungan kepada radikalisme dan terorisme. Mayoritas terbesar kaum Muslimin di muka bumi ini, menurut Gallup, menyatakan agama (Islam) bagian sangat penting dalam kehidupan mereka. Ada sekitar 99 persen Muslimin di Indonesia yang menyatakan demikian; 98 persen di Mesir, dan 95 persen di Pakistan.

Lebih jauh, sekitar 93 persen kaum Muslim dunia dengan populasi sekitar 1,3 miliar jiwa adalah mereka yang memandang diri mereka sebagai 'moderat'; dan dengan demikian, 'hanya' sekitar tujuh persen yang 'secara politik radikal'. Mereka ini 'merestui' dengan berbagai alasan serangan terhadap AS. Sebaliknya, 93 persen kaum Muslim mengecam serangan tersebut karena membunuh banyak orang sipil yang tidak ada hubungannya dengan politik dan kebijakan publik Pemerintah AS. Kalangan mayoritas ini bahkan mengutip ayat-ayat Alquran dan ajaran Islam lainnya yang menentang tindakan seperti itu.

Sementara, kalangan radikal mengutip alasan-alasan politik, bukan agama, untuk membenarkan radikalisme, kekerasan, dan serangan semacam itu. Dalam konteks ini, survei Gallup menyimpulkan, orang-orang radikal yang melakukan terorisme tidak lebih religius dari kaum Muslimin lain; dan juga bahwa terorisme yang mereka jalankan, tidak bersumber dari kemiskinan.

Survei Gallup, yang juga menyertakan banyak kalangan Muslimin awam menemukan pula, bahwa mayoritas kaum Muslimin, termasuk sebagian mereka yang radikal, memuji Dunia Barat karena demokrasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Tetapi, kaum Muslimin menolak pemaksaan nilai dan praksis Barat --seperti sekularisme-- terhadap mereka; pada saat yang sama mereka juga tidak menginginkan teokrasi, kekuasaan politik berdasarkan Islam.

Temuan-temuan Gallup ini, secara meyakinkan membantah pandangan politisi dan akademis Barat yang mempersepsikan, Islam merupakan sumber pokok radikalisme kaum Muslimin. Persepsi seperti ini, misalnya, saja dipegangi Sam Harris, penulis buku-buku antiagama (tidak hanya Islam, tapi juga agama-agama lain) yang menyatakan: "Agama merupakan pendorong utama radikalisme dan kekerasan".

Hasil survei Gallup terakhir ini jelas mengonfirmasi pernyataan dan imbauan para pemimpin Muslim di berbagai penjuru, agar para pemimpin, politisi, dan akademis Barat tidak simplistis mengaitkan Islam dengan tindakan kekerasan dan terorisme, yang dilakukan orang yang kebetulan beragama Islam. Memang boleh jadi mereka menggunakan ayat Alquran tertentu sebagai justifikasi; atau bahkan boleh jadi mereka mengklaim, mereka melakukan kekerasan atas nama Islam. Tetapi, sepatutnya baik masyarakat Barat, maupun kaum Muslim sendiri tidak dengan begitu saja menerima klaim itu sebagai kebenaran. Sebaliknya, melihat dengan pandangan lebih jernih, objektif, dan adil.

Meski survei Gallup telah membuktikan secara meyakinkan, bahwa tidak ada hubungan antara Islam, kaum Muslimin dengan kekerasan dan terorisme, mispersepsi dan prasangka semacam itu tidak serta-merta lenyap. Survei itu jelas sangat membantu; tetapi masih diperlukan berbagai upaya untuk mengoreksi mispersepsi dan prasangka tersebut.

Dan, pada saat yang sama kaum Muslimin sendiri tetaplah melakukan introspeksi dan refleksi kritis terhadap gejala yang berkembang. Kaum Muslimin hendaklah menghindari tindakan kekerasan, apalagi terorisme. Jika tidak, maka mispersepsi dan prasangka kalangan Barat itu tetap bertahan; dan boleh jadi meningkat; dan itu tidak menguntungkan bagi Islam dan kaum Muslimin.

No comments: