Monday, March 3, 2008

Rumi Membuat Wajah Islam Menjadi Damai


Senin, 3 Maret 2008 | 02:05 WIB

Jakarta, Kompas - Pendekatan sufi besar Jalaluddin Rumi membuat wajah Islam lebih damai. Pendekatan cinta dan kasih, untuk mencapai kedekatan dengan keadilan dan Sang Pencipta, membuat wajah Islam yang damai bagi seluruh umat terpapar dengan jelas. Pendekatan semacam ini menjadi sangat penting saat wajah Islam yang dekat dengan sikap adil dan cinta damai saat ini banyak mendapat tantangan.

Demikian pemaparan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Amanat Nasional (PAN) Sayuti Asyathri dalam diskusi dunia sufi Islam Indonesia di Jakarta, Minggu (2/3).

”Peran keadilan dicapai dengan cinta. Dengan dorongan energi mahdi untuk menyelaraskan dunia yang terhegemoni materialisme,” ujarnya lagi.

Menurut Sayuti, cinta dan kasih merupakan manifestasi dasar dari Islam dan Sang Pencipta. Itu sebabnya bahasa cinta selalu muncul untuk mengimbangi bahasa kekerasan.

Sebelumnya, dalam rangkaian peringatan 800 tahun Jalaluddin Rumi di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, Jakarta, Jumat malam, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH A Mustofa Bisri, yang akrab dipanggil Gus Mus, membacakan syair Rumi.

”Seandainya Islam diperkenalkan dengan pendekatan Rumi, dunia akan lebih indah dan Islam tidak tampil dengan menakutkan,” ujar Gus Mus, yang memberikan penjelasan ringkas tentang Rumi yang karyanya beredar di Eropa dan Amerika.

Menurut Gus Mus, Rumi menawarkan pendekatan keagamaan yang lebih damai melalui syairnya dan bukan melalui pendekatan fiqh. Pendekatan fiqh yang sering diterapkan di pondok pesantren di Jawa sebagian besar melakukan pendekatan dengan peringatan dan membangkitkan rasa takut kepada Tuhan.

”Kiai acap kali mengulang ayat berisi ancaman, tentang takutlah engkau kepada Allah, sehingga agama sering terlihat menyeramkan,” papar Gus Mus.

”Rumi mengajarkan cinta dan kasih sayang dalam kata-kata. Ada kutipan menarik yang sering kali membuat saya berpikir panjang, yakni andai kau beri aku pena, maka akan kupatahkan pedang dengan kata-kata,” ujar Gus Mus ketika memulai pembacaan syair Rumi yang dibawakan dalam bahasa Arab dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Abdul Hadi WM, yang memberikan pengantar dalam karya terjemahan Rumi berjudul Matsnawi (2006), menyebutkan, cinta sebagai sifat Tuhan dan sekaligus wujud batinnya dipandang oleh sufi sebagai asas kejadian atau penciptaan alam semesta. (mam)

 

No comments: