''Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.'' (QS Al-Isra [17]: 1).
Isra Mi'raj terjadi ketika Nabi Muhammad SAW berada dalam situasi tekanan dan hinaan yang kuat dari kelompok Musyrikin Makkah seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan sekutunya. Dalam waktu beriringan Nabi Muhammad SAW baru saja ditinggal wafat istrinya tercinta, Khadijah Al-Kubra, pendamping sejati, pembela, dan pendukung utama perjuangan dakwahnya. Pada saat yang sama, beliau juga baru saja berduka karena pamannya, Abu Thalib, meninggal yang menjadi pembela setianya. Maka, untuk memberikan hiburan ruhani, Allah memperjalankan beliau dengan Isra dan Mi'raj.
Isra Mi'raj terbagi dalam dua peristiwa. Pertama, Isra, yakni Nabi Muhammad diperjalankan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram di Mekkah hingga ke Masjidil Aqsha di Palestina. Masjid Al-Haram, nama yang diberikan oleh Allah di dalam Alquran, disebut juga dengan Baitullah terletak di Makkah, negeri yang diberkahi dan menjadi petunjuk semua manusia.
Makkah disebut juga dengan 'Ummul Qura' (induknya kota). (lihat QS Ali Imran [3]: 96). Kedua, Mi'raj, yakni Nabi Muhammad SAW dinaikkan oleh Allah dari Qubah Ash-Shakhrah ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi di langit. Di sini beliau mendapat perintah langsung dari Allah berupa shalat fardu lima waktu.
Setelah malam Isra Mi'raj, paginya Nabi Muhammad SAW menyampaikan kepada masyarakat sekitar. Beragam jawaban pun beredar, ada yang menjadi ragu (munafikin), ada yang menentang (musyrikin) dipelopori Abu Jahal, dan ada yang membenarkannya (mukminin) dipelopori Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Firman Allah, ''Maka apakah kamu (musyrikin Makkah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.'' (QS An-Najm [53]: 12-14). Sebagai umat Nabi Muhammad SAW kita selayaknya mengikuti jejak Abu Bakar, yakni menjadi orang-orang yang selalu membenarkan dan menjadi pembela kebenaran secara konsekuen dan konsisten di dalam kehidupan sehari-hari.
No comments:
Post a Comment