Thursday, August 9, 2007

Pandangan Pasca Pemilu Turki

Oleh : SEZIN MORKAYA SLAATS*

Istanbul – Besarnya kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dalam pemilihan parlemen Turki telah melampaui harapan semua orang, termasuk para anggota partai itu sendiri. Menurut hasil terakhir pemilu, partai tersebut telah memenangkan 340 dari 550 kursi di parlemen, sebuah mayoritas yang jarang terjadi dalam arena politik Turki.

Keberhasilan seperti itu, mengingat akar ke-Islam-an partai itu dan hubungan sejarahnya yang agak kontroversial dengan negara republik sekuler tersebut, tidak diragukan lagi akan memancing pertanyaan-pertanyaan mengenai hubungan Turki dengan Barat – baik di Turki sendiri maupun luar negeri. Waktu akan menunjukkan jalan kebijakan dan arah apa yang akan diambil AKP, tetapi sementara ini, kelihatannya tidak ada gunanya mengantisipasi ketegangan yang mungkin terjadi dengan Barat, khususnya dengan Eropa.

Bahwa AKP akan melanjutkan pandangan pro-Eropa-nya, dengan menekankan arti penting keanggotaan Uni Eropa seperti yang mereka lakukan sebelum pemilihan, masih tinggi peluangnya. Sesungguhnya, mengandalkan pada arti penting yang diberikan UE bagi kebebasan beragama, AKP menganggap keberhasilan proses keanggotaan UE sebagai program partai yang sah dan sangat membantu sebagai landasan untuk menghadapi elemen-elemen garis keras sekuler negara tersebut. Tidak mengherankan bahwa di awal masa kekuasaan sebelumnya di parlemen, AKP menunjukkan semangat cukup besar untuk mendukung perubahan RUU UE yang dikenal sebagai “Paket Demokratisasi”.

Paket-paket ini bertujuan untuk memenuhi kriteria politik Kopenhagen sebagai prasyarat keanggotaan UE. Mereka merupakan pembaruan hukum yang ditujukan untuk memperbesar cakupan hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar tertentu demi memperkuat keberhasilan lembaga-lembaga demokrasi. Penerapan paket-paket ini dimulai pada 2001 sebelum AKP berkuasa, dan terus dilanjutkan di bawah mereka.

Alasan lain untuk tidak takut menghadapi perkembangan ketegangan antara Turki dan dunia Barat sesungguhnya terletak pada Turki sendiri yang memiliki tradisi sekuler dan pandangan Barat yang telah berakar dalam, sebagaimana telah dinyatakan dengan tegas dalam prinsip-prinsip utama republik tersebut. Ciri-ciri ini membantu mencegah partai apa pun menghancurkan hubungannya dengan Eropa.

Memang, ada proyek modernisasi berorientasi Barat di Turki yang dapat ditelusuri ke masa lalu hingga zaman pembaruan (Tanzimat) pada masa Kekaisaran Ottoman. Proyek ini berkembang pesat setelah Republik Turki didirikan berdasarkan ciri-ciri sebuah negara bangsa sekuler yang meniru negara-negara Eropa. Karena itu, tuntutan bagi keanggotaan UE dapat dipandang sebagai kelanjutan yang masuk akal dari proyek modernisasi jangka panjang ini.

AKP sejauh ini kelihatannya mempertimbangkan ciri-ciri yang telah berakar dalam dari proses modernisasi. Sebagai tambahan, menurut banyak analis politik dan wartawan terkemuka, pemilihan umum terakhir menunjukkan bahwa AKP, yang secara politik condong kanan, telah mulai bertindak seperti partai kanan tengah, yang menyarankan bahwa mereka sekarang akan bersikap lebih moderat menyangkut ideologi ke-Islam-an akar rumput partai tersebut yang ingin menempatkan lebih banyak lambang-lambang Islam dalam dunia politik. AKP juga telah mengembangkan kecenderungan untuk mewakili segmen kanan konservatif dari negara tersebut yang mendukung pandangan sekuler yang kebarat-baratan.

Juga, gagasan bahwa berbagai kekhawatiran yang belum lama ini diutarakan pihak militer Turki mengenai pemilihan presiden telah berdampak bagi kemenangan AKP dalam pemilihan parlemen merupakan hal yang salah alamat. Keberhasilan AKP lebih disebabkan oleh kurangnya partai kanan tengah alternatif di mata masyarakat Turki daripada sekedar sebuah reaksi terhadap campur tangan militer yang menyampaikan beberapa kekhawatirannya.

Karena akar keagamaan AKP, kemenangannya dalam pemilihan terakhir dapat dengan mudah dianggap sebagai kemenangan atas sekularisme. Tetapi kenyataannya, kemenangan AKP tidak dilihat sebagai pertanda bahwa Turki akan menjadi sebuah negara yang menjadi radikal. Walaupun populasi Turki kebanyakan merupakan umat Muslim, negara tersebut jauh dari kemungkinan memilih sistem politik berdasarkan hukum Islam.

Terlepas dari ideologi partai berkuasa, untuk waktu yang cukup lama, Turki telah menjadi sebuah contoh dari bagaimana sebuah negara dengan mayoritas penduduk Muslim dapat bertahan sebagai sebuah negara sekuler, dan pemilihan-pemilihan belakangan ini tidak mengubah kenyataan itu. Hal ini dengan jelas ditegaskan oleh Perdana Menteri Erdogan dalam pidato pasca pemilihannya ketika ia mengatakan AKP menghormati pandangan-pandangan berbeda yang ada dalam masyarakat Turki dan mengenali arti penting nilai-nilai sekuler yang menjadi salah satu bagian dari prinsip-prinsip utama republik tersebut. []

*SEZIN MORKAYA SLAATS ADALAH SEORANG AHLI POLITIK, YANG MENGKHUSUSKAN DIRI PADA URUSAN DAN SISTEM HUKUM UE. IA ADALAH MANTAN EDITOR EKONOMI DI TURKI TETAPI SEKARANG BEKERJA SEBAGAI WARTAWAN LEPAS. ARTIKEL INI MERUPAKAN TULISAN BERSAMA ANTARA LAYANAN BERITA COMMON GROUND (CGNEWS)


No comments: