Thursday, August 9, 2007

Mengapa Perda Berbasis Injil Muncul di Manokwari?

Oleh : FATHURI SR/SYIRAH

Manokwari- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berbasis Injil yang sedang digodok oleh pemerintah kabupaten Manokwari Irian Jaya Barat menarik pro dan kontra di berbagai kalangan.

Dalam Raperda itu disebutkan di antaranya pada butir 14 Ketentuan Umum bahwa Injil sebagai kabar baik. Pasal 25 berbunyi, “Pembinaan mental memperhatikan budaya lokal yang menganut agama Kristen. Lalu pada pasal 30 tertulis, “Melarang pembangunan rumah ibadah lain jika sudah ada gereja.”

Selain itu Raperda ini juga melarang azan, dan membolehkan pemasangan simbol salib di seluruh gedung perkantoran dan tempat umum.

Lahirnya Raperda ini sebetulnya tidak muncul begitu saja. Misalnya pada awal Febaruari lalu selama dua hari berturut-turut berlangsung semiloka dengan tema Manokwari kota Injil.

Semiloka menghadirkan sejumlah pakar termasuk dari kalangan akademisi. Yakni dari Universitas Negeri Papua dan Universitas Cenderawasih Jayapura, dan kalangan teologis Gereja Kristen di tanah Papua serta kalangan birokrat di Pemda Manokwari.

Acara ini menindaklanjuti rekomendasi Majelis Rakyat Papua untuk menjadikan Manokwari sebagai kota injil di Tanah Papua, kabupaten Fakfak sebagai kota religius Islam, serta Merauke jadi pusat situs keagaaman Kristen Katolik.

Pilihan Manokwari sebagai kota Injil tidak lepas dari peran sejarah ibukota Provinsi Irian Jaya Barat atau yang kini sudah berubah menjadi Papua Barat ini.

Kabupaten Manokwari terdiri dari 12 Kecamatan dan 132 Desa. Kabupaten Manokwari sering juga disebut kota buah-buahan karena di sini tanahnya sangat subur untuk berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.

Penduduk Asli Kabupaten Manokwari terdiri dari beberapa suku seperti Suku, Sough, Suku Karon, Suku Hatam, Suku Meyeh dan Suku Wamesa, Suku-suku ini mempunyai budaya yang unik dan berbeda satu sama lain.

Luas wilayah Kabupaten Manokwari 37.901 km2 terletak di bagian kepala burung Pulau Papua. Ia berbatasan sebelah Utara dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan dengan Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai, sebelah Timur dengan Kabupaten Biak Numfor, dan Barat dengan Kabupaten Sorong.

Manokwari bersama kabupaten lain seperti Fakfak dan Sorong yang berada di bagian barat kepulauan Papua lebih dipengaruhi oleh penduduk dari kepulauan Maluku (Ambon, Ternate, Tidore, Seram dan Key), maka adalah tidak mengherankan Manokwari lebih pantas digolongkan sebagai Ras Melanesia dari pada Ras Papua.

Hampir seluruh penduduk Manokwari adalah umat Kristen. Hal ini dimulai oleh adanya Zending atau misi Kristen protestan dari Jerman (Ottow & Geissler) yang tiba di pulau Mansinam Manokwari 5 Februari 1855 untuk selanjutnya menyebarkan ajaran agama di sepanjang pesisir pantai utara Irian.

Pada tanggal 5 Februari 1935, tercatat lebih dari 50.000 orang menganut agama Kristen protestan.

Di sinilah letak pentingnya Manokwari sebagai asal mula Kristen Protestan berkembang.

Karena itulah setiap tanggal 5 Februari menjadi hari yang bersejarah bagi warga Manokwari. Pada tanggal itu diadakan upacara Ba­rapen. Tanggal tersebut diperingati sebagai saat pertama agama Kristen masuk ke Papua melalui Manokwari.

Upacara Barapen ini juga diperingati oleh masyarakat Papua pada umumnya, bahkan oleh pemerintah Papua yang mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katolik.

Sesuai dengan namanya, Barapen (cara memasak dengan batu yang dibakar), semua bahan makanan yang disajikan dimasak dalam tumpukan batu yang membara. Ikan, keladi umbi-umbian, pisang, dan babi yang akan dimasak, dimasukkan dalam sela-sela tumpukan batu tanpa diberi bumbu.

Semakin banyak makanan yang dimasukkan ke sela-sela tumpukan batu, tumpukannya akan semakin tinggi. Biasanya untuk menemani makanan hasil bakaran, disajikan papeda. Makanan pengganti nasi dari sagu ini direbus sampai menjadi adonan seperti lem.[ip/k/g/r]


No comments: