Musa Asy’arie
Menjelang puasa Ramadhan, kita menyaksikan berbagai kegiatan di masyarakat, antara lain penertiban yang dilakukan aparat keamanan, seperti merazia tempat-tempat maksiat dan hiburan malam, karena diharapkan dapat mengantarkan umat Islam menjalani ibadah puasa dengan baik.
Sementara itu, harga-harga kebutuhan sehari-hari bergolak naik, karena biasanya masyarakat menyiapkan makanan dengan menu-menu spesial sehingga terjadi peningkatan permintaan.
Juga ada tradisi keagamaan sebelum puasa, seperti upacara nyadranan, mereka ziarah ke makam orang tua dan leluhur, membersihkan kubur dan berdoa. Selain itu, di berbagai daerah ada tradisi padusan, mandi suci bersama-sama di sungai, di sumber mata air, bahkan di kolam renang untuk membuang kotoran besar dan kecil sebagai bagian dari prosesi menjalani ibadah puasa.
Puasa dan ketakwaan
Kedatangan bulan suci ini menjadi rahmat bagi setiap orang Islam, karena mereka yang menjalani puasa sebulan penuh dengan baik dan ikhlas akan disucikan Tuhan, sehingga pada saat mengakhiri puasanya, mereka akan seperti bayi yang dilahirkan kembali, i’dul fitri, artinya kembali suci. Puasa diwajibkan agar yang menjalaninya menjadi lebih bertakwa.
Dalam tradisi sufi, menjalani puasa dengan menekan hawa nafsu dan menjauhkan kesenangan duniawi dapat membebaskan manusia dari kecenderungan negatif sehingga dapat mencurahkan hatinya hanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Puncak pendekatan tulus kepada Tuhan adalah pembebasan batin dan pencerahan diri dari segala ikatan duniawi yang negatif.
Karena itu, larangan makan minum dan hubungan intim suami istri pada siang hari, serta larangan berkata-kata kotor, lalu pada malam harinya diikuti banyak zikir, shalat tarawih, dan membaca Al Quran, semua menjadi bagian upaya membangun kesadaran tentang takwa yang benar, yaitu pencerahan untuk membangun kesalihan sosial.
Konsep takwa yang hendak dituju oleh puasa pada hakikatnya adalah munculnya perilaku kesalihan sosial yang makin kuat untuk memperbaiki kehidupan bersama yang lebih baik. Kesalihan sosial inilah yang pada hakikatnya menjadi ukuran utama melihat posisi manusia di hadapan Tuhan. Tuhan tidak melihat manusia dari pakaian, rupa tubuh, jabatan, kedudukan, dan pangkat duniawi yang disandangnya, tetapi amal kesalihannya.
Penajaman mata hati
Dalam perkembangannya, kesalihan sosial dapat dilakukan jika puasa yang dijalankan dapat menajamkan mata hatinya untuk melihat realitas yang benar. Latihan puasa adalah penajaman mata hati. Ketajaman mata hati tidak datang begitu saja, tetapi memerlukan terus proses latihan, untuk membuang semua hal yang menutupi mata hatinya selama ini, seperti kesenangan berlebihan terhadap duniawi, pemujaan terhadap kekuasaan, pamer, bermewah-mewah dengan kekayaan yang tidak ada batasnya.
Di tengah kehidupan bangsa yang dililit berbagai masalah, seperti kemiskinan, pengangguran, konflik kekerasan dan penderitaan di mana-mana, puasa kali ini menjadi amat penting untuk melakukan penajaman mata hati para pemimpin bangsa, sehingga mereka bisa membawa bangsa ini keluar dari kemelut krisis bangsa yang berputar-putar tanpa ujung. Penajaman mata hati membuat kekuasaan punya nyali dan hati nurani. Nyali untuk mengubah secara fundamental kehidupan bangsa dengan kekuatan hati nurani yang dapat melihat realitas dengan benar, tanpa bungkus dan kemasan artifisial.
Jika pada bulan suci ini para pejabat dan pemimpin bangsa melakukan ibadah puasa bersama rakyat di berbagai daerah dengan menggelar berbagai upacara keagamaan dan tradisi, ada baiknya dilepaskan ikatan protokoler yang lebih longgar, sehingga realitas kehidupan masyarakat bisa ditangkap dengan benar untuk mendorong para pejabat dan pemimpin bangsa mempunyai nyali dan hati nurani untuk mengubah kebijakan yang tidak prorakyat.
Jika puasa dapat dilakukan bangsa ini secara benar, untuk meningkatkan ketakwaan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana dipersyaratkan bagi pemilihan para pemimpin dan pejabat negara yang diharuskan beriman dan bertakwa, maka puasa yang dilakukan pasti berbuah peningkatan kesalihan sosial yang makin nyata. Jika tidak, puasa tak akan mengubah apa-apa, bahkan kita hanya mendapat haus dan lapar, tidak ada perubahan dalam kualitas hidup kita bersama.
Jebakan seremonial puasa yang kelihatan marak di mana-mana seharusnya dihindari agar jangan sampai menjadi kemubaziran yang besar, karena berhenti hanya di seremonial terlalu besar ongkosnya, dan tidak ada kaitannya dengan perubahan kualitas hidup bangsa menjadi lebih baik, dan juga bagi usaha peningkatan kesalihan sosial yang amat diperlukan bagi usaha untuk keluar dari krisis bangsa. Kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan juga konflik kekerasan hanya bisa diatasi dengan peningkatan kesalihan sosial masyarakat.
Puasa bukan untuk memuaskan dorongan egoisme spiritual seseorang semata, karena egoisme spiritual yang bersifat pribadi tak akan pernah dapat memonopoli rahmat, berkat, dan ampunan Tuhan yang dijanjikan akan dilimpahkan secara besar-besaran pada bulan suci Ramadhan ini. Puasa sesungguhnya akan bermakna jika kesalihan sosial yang dilahirkannya dapat memperbaiki kualitas berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi penuh rahmat, damai, dan sejahtera. Puasa adalah bagian dari tugas fundamental Islam untuk menjadi rahmatan lil’alamin. Selamat berpuasa!
No comments:
Post a Comment