Tuesday, July 17, 2007

Keagamaan
Keislaman dan Keindonesiaan Tak Bisa Dipisahkan

Jakarta, Kompas - Pesatnya perkembangan faham Islam transnasional membahayakan semangat kebangsaan, nasionalisme, toleransi, dan pluralisme yang berkembang sejak tumbuhnya Islam di Indonesia.

Pesantren sebagai pilar kelompok Islam moderat memiliki peran besar untuk terus mengembangkan Islam yang bercorak Indonesia.

Direktur Eksekutif The Wahid Institute Ahmad Suaedy di Jakarta, Senin (16/7), mengatakan, selama ini pesantren telah berperan menjadikan Islam sebagai bagian dari budaya pribumi masyarakat Indonesia. Pesantren, khususnya yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama, menjadi lembaga yang mengajarkan cara pikir dan bertindak sebagai seorang Muslim yang tetap berpijak pada tradisi lokal.

Berkembangnya faham keagamaan yang mengklaim sebagai gerakan pemurnian Islam telah membuat sebagian Muslim Indonesia tercerabut dari akar budayanya sendiri. Islam dan Indonesia diidentifikasi secara berbeda sehingga menghasilkan pemahaman Islam yang cenderung bertipikal Arab.

Gerakan pemurnian Islam hadir dalam bentuk faham-faham keagamaan transnasional yang bersumber pada nilai dan kondisi Islam di Timur Tengah. Perkembangan faham ini mulai mengurangi rasa nasionalisme Indonesia dan menjadikan Islam sebagai agama yang tidak membumi pada kondisi riil masyarakat. Pola indoktrinasi yang ada cenderung membentuk umat yang radikal dan gemar melakukan kekerasan. "Islam tidak dapat dipisahkan dari kebangsaan, identitas orang Islam yang Indonesia dan orang Indonesia yang Islam," ungkap Ahmad Suaedy.

Di tengah maraknya perkembangan faham Islam transnasional, pesantren seharusnya memiliki peran penting untuk menyebarkan kembali pemahaman keislaman yang khas Indonesia. Namun, hal ini akan sulit berhasil selama pemerintah dan elite politik justru lebih mengakomodasi kepentingan kelompok Islam transnasional yang memang lebih vokal. (MZW)

No comments: