Sunday, July 1, 2007


Teokrasi Bush, Minyak, dan Harakiri Peradaban

Oleh : Ahmad Syafii Maarif

Sebagai warga sepuh saya beruntung. Ada saja teman yang mengirimi buku terbitan baru. Beberapa minggu lalu saya terima dari Dr Rizal Sukma yang entah sudah berapa kali menghadiahi saya buku. Terakhir karya Kevin Phillips, American Theocracy. (London: Penguin Books, 2007, 394 hlm, plus pengantar, catatan akhir, dan indeks). Buku ini menarik karena telah menguliti rezim Partai Republik di Amerika yang konservatif, ekspansionis, dan di era Bush antiilmu.

Setelah menyebutkan tentang kekalahan Partai Republik oleh Partai Demokrat dalam pemilihan untuk kongres 7 November 2006, Kevin memberi tahu kita: "Hanyalah tiga hari sebelumnya, beberapa surat kabar asing yang berpengaruh Guardian (Inggris), Star (Toronto, Kanada), dan Reforma (Meksiko) pada Oktober telah menerbitkan hasil survei bersama berdasarkan sampel, bahwa mayoritas luas rakyat Inggris, Kanada, dan Meksiko telah menjejerkan George W. Bush, kedua setelah Usamah bin Ladin, sebagai sebuah bahaya bagi perdamaian dunia .... Juga mayoritas kuat percaya bahwa sejak 2001, 'politik Amerika Serikat telah membuat dunia kurang aman.' (Hlm, vii).

Sebenarnya jauh sebelum suvei semacam itu, ketika negeri miskin Afghanistan diserang pasukan koalisi pimpinan Amerika, melalui konferensi pers yang juga dikutip media dunia, saya melontarkan reaksi keras dengan menyebut Bush sebagai Jengis Khan abad ke-21 dan sebagai seorang penjahat perang.

Ternyata baru beberapa tahun sesudah itu mass-media Barat menurunkan hasil survei yang substansinya relatif sama. Meskipun terlambat, kita bersyukur juga bahwa pada gilirannya mata dunia menjadi terbelalak bahwa Gedung Putih sedang dikendalikan kekuatan konservatif pimpinan tokoh megalomaniak yang bernama George Walker Bush, presiden ke-43 Amerika Serikat.

Sekadar latar belakang, baik juga kita tengok selintas pendidikan tinggi Bush. Semasa mahasiswa, prestasi akademik Bush hanya rata-rata saja, tetapi ia dapat menyelesaikan S1 sejarah pada Universitas Yale dan S2 MBA dari Universitas Harvard. Sebelum terjun ke dunia politik, ia masuk tentara sampai pangkat letnan II udara, kemudian membantu ayahnya dalam bisnis minyak, karena kariernya di militer tidak menonjol.

Sewaktu gelombang antiperang marak di Amerika, Bush malah merasa terganggu dan sama sekali tidak turut demonstrasi menentang keterlibatan Amerika di Vietnam. Maka, orang tidak perlu terlalu heran, dari sisi ini saja sudah kelihatan bahwa Bush memendam naluri perang.

Kita kembali ke Kevin. Di mata Kevin, Bush adalah seorang "Theocrat-in-Chief (Pemimpin Teokrat) di sebuah negara teokrasi Amerika dengan ciri-ciri di mana penguasa (1) dipercayai komunitas berbicara untuk Tuhan, atau (2) penguasa itu merasa punya peran yang agung (hlm ix). Sesungguhnya kepercayaan model ini berakar jauh dalam sejarah imperialisme kuno Eropa abad-abad yang lalu dengan mengusung slogan Tiga G (God, Gold, dan Glory/Tuhan, Emas, dan Kemegahan). Di tangan Bush diubah menjadi CF, O, dan G (Christian Fundamentalism/Fundamentalisme Kristen, Oil/Minyak, dan Glory/Kemegahan). Pernyataan-pernyataan Bush dalam kampanye pertengahan 2004 yang direkam dengan baik, al berbunyi: "I trust God speaks through me. Without that, I couldn't do my job" (Saya percaya Tuhan berfirman lewat saya. Tanpa itu, saya tidak dapat melaksanakan tugas saya, hlm 208).

Demikianlah, atas nama Tuhan ia menghancurkan bangsa dan negara lain, di samping motif minyak untuk Irak (ini yang utama, lht Resonansi, 24 Jan. 2006 ) dan dengan dalih mengejar teroris untuk Afghanistan. Seorang fundamentalis dengan kacamata kudanya, apa pun agamanya ataupun tidak beragama, hampir pasti antiilmu pengetahuan. Bush dan pendukungnya, menurut Kevin, dipandu oleh tiga doktrin: (1) moralitas Bibel, (2) tidak percaya kepada ilmu pengetahuan, dan (3) perintah global untuk pengkristenan politik dan agama. Di akar rumput, kelompok ini didukung oleh seperempat sampai sepertiga rakyat Amerika (hlm 393), sebuah angka yang tidak kecil di antara 275 juta penduduk Amerika.

Tetapi, dengan kekalahan Partai Republik Nov 2006, mungkin sebagai pertanda bahwa dunia selanjutnya akan bisa bernapas agak lega sekiranya Gedung Putih tahun 2008 dipimpin oleh seorang presiden yang waras, bukan teokrat fundamentalis yang baru kali ini muncul dalam sejarah Amerika. Dengan harapan ini pula, proses harakiri peradaban yang lebih parah akan dapat dihindari, sekalipun persoalan minyak akan tetap menyulut api sengketa.

No comments: