Monday, June 18, 2007

Muhammad Asad tentang Alquran


Di antara mufassir Alquran kontemporer, almarhum Muhammad Asad patut dicatat sebagai salah seorang yang paling terkemuka. The Message of the Qur'an barangkali merupakan magnum opus (karya besarnya) yang dikerjakan seumur hidup dengan menetap di Arabia selama beberapa tahun. Terjemahan tafsir yang aslinya setebal hampir 1.000 halaman ini ke dalam bahasa Indonesia akan diterbitkan Mizan dalam tempo dekat ini. Dengan munculnya karya Asad dalam versi Indonesia, maka bertambahlah literatur tafsir Kitab Suci umat Islam ini.

The Message diterbitkan pertama kali oleh Dar al-Andalus, Gibraltar, 1980, dan telah dipakai oleh puluhan universitas di seluruh dunia yang ingin mengenal lebih jauh tentang sumber utama ajaran Islam. Dengan penguasaan bahasa Arab, termasuk dialek-dialek lokal, Asad dengan The Message-nya tidak diragukan lagi telah memberikan sumbangan yang sangat berharga kepada khazanah ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Dalam suasana Nuzul Alquran ini ada baiknya kita menurunkan beberapa pandangan Asad tentang Kitab Suci ini sebagaimana dapat dibaca dalam kata pengantar tafsirnya itu. Kita kutip: ''Antara ayat pertama dan terakhir terkembang lebarlah sebuah kitab yang, melebihi gejala lain manapun yang kita kenal, telah memengaruhi secara fundamental sejarah agama, sosial, dan politik dunia. Tidak ada kitab suci lain yang pernah memiliki dampak langsung serupa atas kehidupan orang yang pertama kali mendengarkan pesannya dan, via mereka dan generasi yang mengikutinya, atas seluruh arus peradaban.'' (Hlm i).

Asad dan banyak sarjana Barat lain telah sama sampai kepada kesimpulan bahwa tanpa Alquran tidak akan ada gerakan Renaisans di Eropa yang kemudian mendorong munculnya abad ilmu pengetahuan yang berlanjut sampai hari ini. Menurut Asad, tafsir ini mungkin yang pertama dalam sebuah bahasa Eropa dengan menggunakan pendekatan yang bersifat idiomatik (hlm v).

Menurut Asad, pertanyaan kunci yang hendak dijawab Alquran adalah: ''Bagaimana semestinya saya berperilaku agar meraih kehidupan yang baik di dunia dan kebahagiaan dalam kehidupan yang akan datang?'' (Hlm i). Pertanyaan Asad ini sebenarnya tidak lain dari doa yang hampir selalu kita ucapkan: ''Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan bebaskan kami dari siksa neraka.'' (Al-Baqarah: 201). Jika kita konfrontasikan pertanyaan Asad ini dengan realitas kehidupan umat Islam sekarang, jawaban yang diberikan sebegitu jauh masih belum juga mengenai sasaran. Kitab Suci ini belum kita jadikan sahabat utama dalam perjalanan. Dalam perlombaan peradaban kita keok, nasib di akhirat pun penuh tanda tanya. Alquran memang masih dibaca dan bahkan diperlombakan, tetapi suasana dunia Islam, menurut pantauan saya, sangat tidak bersahabat dengan gambaran yang diberikan Kitab Suci ini, yaitu sebuah corak kehidupan yang adil, sejahtera, dan bebas, sebagai realisasi dari surat Al-Anbiya: 107 berupa rahmatan li al-'alamin (rahmat bagi semesta alam). Jangankan menebarkan rahmat Allah di muka bumi, kita sendiri tampaknya sudah sulit membedakan mana jalan lurus yang harus ditempuh dan mana pula jalan bengkok yang harus dihindari. Alquran di depan kita tidak lagi berfungsi sebagai alfurqan (kriterium pembeda) antara jalan yang benar dan jalan yang salah.

Tetapi, kita tentu percaya bahwa kita tidak akan terus terpasung di lorong sempit yang pengap ini. Setelah berabad-abad menderita kena pukulan palu godam sejarah, lambat atau cepat kesadaran menyeluruh di berbagai bagian dunia Islam untuk sebuah pencerahan pasti akan datang. Syaratnya, inisiatif untuk ''memancing'' perhatian Tuhan harus senantiasa dilakukan, berupa kerja-kerja kreatif yang berani untuk melawan suasana kebekuan. The Message Muhammad Asad adalah di antara langkah strategis untuk menuju kebangkitan umat secara otentik, sebuah ummatan wasathan (umat medium, tidak ekstrem), seperti yang terbaca dalam Al-Baqarah: 143. Asad menerjemahkannya dengan a community of the middle way (komunitas jalan tengah, hlm 30). Semoga kita semua akan bergerak menuju ummatan wasathan itu sekalipun banyak gangguan dalam perjalanan. Amin.

(Ahmad Syafii Maarif )

No comments: