Tuesday, June 26, 2007

Pameran Buku Islam
Dari "La Tahzan" hingga "Khadijah"

Dalam dua tahun terakhir, perhelatan Pameran Buku Islam (Islamic Book Fair), publik dimanjakan dengan buku-buku yang spektakuler. Tahun lalu, buku La Tahzan, yang ditulis oleh Aidh al-Qarni, menjadi salah satu buku yang paling dicari publik. Bahkan, dalam perhelatan Pameran Buku Islam tahun lalu, buku ini mendatangkan penulisnya ke Tanah Air dan melakukan sejumlah dialog publik. Di Timur Tengah sendiri, buku ini terbilang laris manis di pasaran karena terjual dengan menembus angka lebih dari 1 juta eksemplar.

Tahun ini publik, khususnya kalangan perempuan, juga dimanja dengan terbitnya buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad SAW. Buku ini ditulis oleh Abdul Mun’im Muhammad. Dalam kurun waktu empat bulan saja, buku ini sudah terjual sekitar 15.000 eksemplar. Fenomena apa di balik besarnya respons publik terhadap kedua buku tersebut?

Fenomena tersebut memang merupakan sebuah perkembangan yang patut dicermati. Pascareformasi, 1998, kecenderungan publik lebih pada buku-buku pemikiran Islam kontemporer. Pada saat ini, buku-buku yang ditulis oleh pemikir Muslim kontemporer, di antaranya oleh Hasan Hanafi, Muhammad Arkoun, Abdullah al-Na’im, Nashr Hamid Abu Zayd, dan lain-lain.

Pada tahun 2003, buku Fikih Lintas Agama sempat terjual laris manis di pasaran. Namun, belakangan, buku-buku yang ditulis oleh sederetan pemikir progresif tersebut agak sedikit lesu. Tidak banyak penerbit yang bergairah dan tertarik untuk menerbitkan buku-buku pemikiran. Sebaliknya, buku-buku yang terbilang ringan, yang termasuk dalam kategori "obat hati" dan buku-buku tentang perempuan laris manis di pasaran.

Dalam mencermati fenomena tersebut, realitas sosial-politik tidak bisa dipisahkan dari munculnya "spiritualitas baru" di tengah-tengah publik. Spiritualitas tersebut tidak mengacu kepada ritualitas tertentu, melainkan berbentuk pencarian terhadap jawaban atas kesulitan-kesulitan masalah dalam modernitas. Kenapa modernisasi tidak kunjung memberikan jawaban konkret atas kesulitan tersebut?

Maka dari itu, buku-buku yang masuk dalam kategori "obat hati" untuk sementara ini dapat mengisi kegagalan modernisasi dalam menjawab masalah-masalah sosial. Di samping, soal dunia politik nasional yang acak-adut telah menghilangkan kepercayaan publik terhadap tokoh panutan mereka.

Di tengah berbagai bencana, gempa bumi, kemiskinan dan kekerasan makin menggunung dan terlihat secara kasatmata, maka diperlukan jalan keluar agar tidak terperangkap dalam kesedihan. Oleh karena itu, publik memilih buku sebagai alternatifnya. Dengan membaca buku, dialog antara masalah dan solusi dapat dilakukan melalui internalisasi nilai.

Lihat misalnya buku La Tahzan, sejak awal penulis langsung mengajak pembaca untuk berbahagia dan membuang jauh-jauh kesedihan.

Ada sejumlah tips untuk meraih kebahagiaan, antara lain iman dan amal saleh, menambah ilmu melalui membaca, memperbarui taubat dan meninggalkan maksiat, membaca Al Quran secara sadar; berbuat baik kepada orang lain, berani, membersihkan hati dari dengki dan iri, tidak banyak tidur, tenggelam dalam perbuatan yang produktif, menyusun strategi harian, meninggalkan khayalan yang tidak penting, meninggalkan amarah, melihat masalah secara proporsional, memperbaiki cara berpikir, sering senam dan lari pagi dan yang terakhir memperbanyak doa kepada Tuhan untuk kesehatan, keselamatan dan kebaikan (hal 12-13 edisi cetakan bahasa Arab, Maktabah al-’Ubaykan).

Jalan kebahagiaan

Tentu saja, beberapa tips di atas menunjukkan bahwa selalu ada jalan untuk menuju kebahagiaan, dan karena itulah setiap insan tidak boleh bersedih. Di dalam pembahasan yang lain, ’Aidh mengutip ayat Al Quran surat Al-Syarh Ayat 5, Dalam kesulitan sesungguhnya ada kemudahan.

Ia ingin mengajak pembaca pada pencarian yang tiada henti untuk menuju kemudahan dan kebahagiaan, karena hidup hakikatnya adalah perputaran dan pergantian dari kalut menuju senyuman. Sebaliknya, dari senyuman menuju kekalutan (hal 25).

Sebenarnya, buku-buku yang berisi motivasi serupa juga sedang berkembang di Barat. Hanya saja, kelebihan buku ini dikemas dengan menggunakan bahasa yang ringan dan mengambil contoh kehidupan sehari-hari, yang mudah diingat dan dipraktikkan.

Di samping satu hal yang sangat penting, buku ini dapat menarik perhatian publik karena menggunakan sumber-sumber otoritatif di dalam khazanah Islam, seperti Al Quran, sunah, dan pesan-pesan kearifan para ulama. Apalagi membaca buku ini dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab, maka akan didapatkan keindahan bahasa yang luar biasa: ringan, menggugah, dan enak dibaca. Pesan-pesan kearifan mengalir di tengah penuturan bahasa yang indah.

Fenomena buku perempuan

Adapun fenomena besarnya minat pembaca pada buku-buku perempuan, seperti buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad SAW merupakan fenomena lain yang tidak kalah menariknya dari kecenderungan buku "obat hati".

Satu hal yang patut diperhatikan bahwa kecenderungan membaca di kalangan perempuan lambat laun mengalami perkembangan yang signifikan. Perempuan yang selama ini dipandang sebelah mata, karena peran mereka yang identik dengan ruang privat, maka melalui buku-buku yang secara khusus mengupas tentang keteladanan seorang perempuan telah menjadi daya tarik tersendiri.

Sosok Khadijah dalam sejarah Islam memang patut dijadikan teladan bagi kalangan perempuan, sebab di antara istri-istri Nabi Muhammad SAW yang lain, Khadijah merupakan istri yang paling bersejarah dalam tonggak peradaban Islam. Menurut penulis buku tersebut, Khadijah adalah istri Nabi yang menjadi pendamping di saat-saat sulit, yang senantiasa menawarkan cinta dan kasih sayang dalam kondisi apa pun. Ia seorang pedagang sukses, yang membangun bisnis di atas dasar keadilan dan kedermawanan (hal 2).

Buku ini telah menjadi panduan penting dalam mengarungi mahligai rumah tangga. Dukungan dan motivasi dari seorang istri terhadap suami dalam pembangunan peradaban amatlah penting. Tanpa dukungan dan keterlibatan kalangan perempuan, maka peradaban kemanusiaan adalah sebuah mimpi buruk.

Karena itu, terbitnya buku- buku seperti La Tahzan dan Khadijah dapat menjadi rujukan penting untuk senantiasa mempunyai harapan dan ketahanan diri untuk mengarungi kehidupan yang acak-adut ini. Tentunya, tidak ada tempat bagi putus asa dan kesedihan. Selalu ada jalan, ada keteladanan dan pada akhirnya ada harapan untuk melakukan perubahan.

Dengan membaca buku-buku yang dapat membangkitkan gairah untuk berprestasi dan berbahagia, maka satu-dua masalah dapat terlampaui dan terpecahkan. Semoga ini menjadi angin segar dan kabar baik bagi tumbuhnya kesadaran baru dalam konteks keindonesiaan kita. (ZUHAIRI MISRAWI)

No comments: