Friday, June 22, 2007

Muslim dan Hegemoni Barat

Pikiran Rakyat

Umat Islam masih memilih cara-cara fisik untuk melawan hegemoni Barat dan terlalu mementingkan identitas keislamannya. Padahal, hegemoni Barat hanya bisa dilawan jika umat Islam mau bergabung dengan unsur perlawanan lainnya.

Seperti diungkap dalam diskusi tentang gerakan perlawanan Islam melawan hegemoni Barat, di Gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Rabu (13/6), umat Islam masih terjebak dalam politik adu domba dari negara-negara imperialis.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, antara lain Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi dan antroplog dari Universitas Indonesia, Dr. Muslim Abdurrahman.

Hasyim menceritakan pe-ngalamannya, saat melakukan tur ke negara-negara Timur Tengah beberapa bulan lalu. Kata dia, menyatukan persepsi orang Arab sangat sulit, karena sikap mereka yang sektarian dan ingin menang sendiri.

Dipecah belah

Sikap seperti itu yang me-ngakibatkan negara Arab yang mayoritas Muslim gampang dipecah belah. Hasyim memberi contoh saat dia bertemu dengan pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, untuk menanyakan akar dari perseteruan mereka dengan Fatah. Saat diberi tahu bahwa perseteruan antara dua kelompok Palestina sama dengan mengibarkan bendera putih kepada Israel, petinggi Hamas itu merah pada mukanya dan bersumpah sampai mati tidak akan menyerah kepada Israel.

”Langsung saya bilang, kalau tidak mau menyerah kepada Israel, Anda harus berdamai dengan Fatah. Baru dia bisa tenang kembali. Ngomong dengan orang Arab itu harus muter-muter, kalau tidak, mereka bisa tersinggung,” kata Muzadi.

Muzadi juga menyayangkan sikap orang Islam yang masih mempermasalahkan perbedaan ideologi di saat mereka seharusnya bersatu untuk melawan musuh. Perbedaan Syiah dan Sunni, ujar Hasyim, dengan mudah dimanfaatkan oleh agen-agen CIA dan Mossad untuk mengadu domba umat Islam.

”Kita seharusnya jeli melihat mana Islam sebagai agama atau way of life, mana Islam sebagai produk pemikiran umatnya, dan mana Islam sebagai ideologi politik. Kalau dicampuradukkan malah akan terus salah paham dan konflik di antara kita tidak akan pernah selesai,” kata Hasyim.

Sektarian

Antropolog dan pemerhati gerakan sosial, Muslim Abdurrahman juga mengkritisi gerakan perlawanan Islam yang cenderung sektarian dan tidak saling membantu dengan gerakan perlawanan dunia lainnya. Akibat mengedepankan identitas sektenya, ketika ada kelompok perlawanan Islam yang menang melawan musuh, umat Islam sendiri tidak mengapresiasinya.

Dia menjelaskan, sepanjang sejarah gerakan perlawanan Islam terhadap hegemoni barat, yang terjadi adalah gerakan separatis yang mengedepankan identitas keislaman atau identitas sekte mereka. Ketika dilihatnya suatu persoalan tidak berkaitan dengan Islam, pelaku pergerakan memilih diam.

Dia menyarankan, perjuangan umat Islam harus diubah metodenya dari gerakan kesadaran identitas menjadi ge-rakan kesadaran kemanusiaan. ”Pertanyaannya sekarang, berani tidak kita berubah?” kata Muslim.(Zaky Yamani/- ”PR”)***

No comments: