Thursday, June 21, 2007

Poligami dari Tinjauan Ekonomi

M Ikhsan Modjo
mimojo.blogspot.com

Indonesia diharu biru poligami. Setelah berita tentang poligami seorang ulama kondang Aa Gym diberitakan oleh berbagai mass-media, seluruh masyarakat ribut soal poligami. Bahkan sampai Presiden SBY dan Wakilnya JK juga ikut urun rembuk dan berencana membatasi praktek ini di kalangan pejabat.

Saya pun, tidak ketinggalan dengan SBY dan JK, beberapa hari ini disibukan dengan poligami. Sebuah studi literatur kecil pribadi yang saya lakukan tentang poligami telah beredar cukup luas di kalangan pengguna internet. Dari studi ini, saya ingin menunjukan bahwa poligami banyak membawa dampak negatif baik bagi individu pelaku, keluarga korban poligami, maupun sosial kemasyarakatan.

Lebih jauh, studi ini juga membantah anggapan dan argumen para pendukung poligami bahwa poligami adalah substitute atau alternatif dari zinah. Sebab data dan fakta yang ada membuktikan bahwa poligami bersifat komplementer atau pelengkap - dan bukan substitute atau alternatif - dari perbuatan zinah. Orang yang berpoligami biasanya juga suka berzinah.

Sudah banyak studi yang memverifikasi fakta komplementernya perbuatan zinah dan poligami. Dari Afrika dan Timur tengah misalnya terdapat studi dari Nyindo (2005), ada-Adegbola (2004), Receveur et al. (2003) dan Bambra (1999). Studi-studi ini selain mematahkan argumen bahwa poligami adalah substitue dari perzinahan, juga menemukan bahwa poligami, akibat sifatnya komplementernya dengan perzinahan, adalah salah satu alasan tingginya tingkat penyebaran HIV/AIDs di suatu daerah.

Begitu juga di Indonesia, studi yang dilakukan Dr. Musdah Mulia menemukan "bahwa perempuan yang bersedia di poligami adalah perempuan yang bermasalah. Berdasarkan riset yang dilakukannya, 98 persen poligami di Indonesia diawali dari perselingkuhan".

Nah kalau sudah begitu faktanya, silahkan anda ambil kesimpulan sendiri tentang kualitas moral dan tujuan mayoritas orang yang berpoligami.

Namun, dari berbagai studi yang ada, terdapat satu aliran dalam literatur yang menyatakan bahwa poligami bisa berdampak positif. Celakanya, literatur ini ternyata bersumber dari ilmu ekonomi, satu bidang keilmuan yang saya tekuni. Bahkan tidak kepalang tanggung, ekonom yang membela poligami dan mengatakannya sebagai berdampak positif adalah Gary S. Becker (A Treatise on the Family, 1991), seorang yang pernah memenangi hadial Nobel dari Universitas Chicago.

Berangkat dari telaah ekonomi mikro yang mengasumsikan adanya maksimalisasi keuntungan, Becker intinya berpendapat bahwa berpoligami (atau polygyny), atau berpasangan lebih dari satu dan memiliki banyak anak, dapat diumpamakan sebagai satu bentuk investasi dan asuransi bagi individu pelaku dan keluarga. Dan dalam investasi terdapat satu hukum emas"never put your eggs in one basket". Sehingga dengan lebih banyak istri dan lebih banyak anak maka akan lebih terjamin arus pendapatan dan konsumsi keluarga (income and consumption smoothing).

Akan tetapi, untungnya, argumen Becker ini ternyata telah banyak dibantah oleh kalangan ekonom sendiri. Christopher Westley (1998), misalnya, menunjukan bahwa meski poligami di satu sisi lebih menjamin adanya income and consumption smoothing. Di sisi lain, poligami juga menghasilkan tata sosial yang tidak efisien akibat adanya distribusi pendapatan yang lebih timpang. Westley menunjukan distorsi yang disebabkan oleh poligami adalah jauh lebih besar ketimbang manfaat dari investasi dan asuransi yang dihasilkan.

Lebih jauh, dari satu studi lebih mutakhir, Tertilt (Polygyny, Fertility, and Savings, 2005) menunjukan bahwa menguntungkannya investasi dalam bentuk pasangan dan anak menyebabkan adanya efek "crowding-out" pada investasi modal fisik.

Efek crowding-out ini pada gilirannya akan menyebabkan peningkatan fertilitas sebesar 40 persen, penurunan tingkat tabungan sebesar 70 persen dan penurunan tingkat pendapatan perkapita sebesar 170 persen. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa poligami beerdampak negatif pada perekonomian.

Alhasil, bila poligami ternyata berkorelasi positif dengan perzinahan dan berdampak negatif bagi ekonomi. Maka dengan menganjurkan poligami berarti seseorang secara tidak langsung menyerukan semakin maraknya perzinahan dan semakin terpuruknya perekonomian Indonesia.

Nah sekarang, bila demikian adanya masihkan anda jadi penganjur poligami?

No comments: