Friday, May 25, 2007

Islam dan Teologi Perdamaian

Oleh: KH Dr dr Tarmizi Taher
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Mantan Menteri Agama


BERBAGAI masalah dan problematika seakan tak pernah henti menghampiri umat Islam. Belum selesai dengan penjajahan dan kemiskinan, umat Islam dipojokkan dengan isu terorisme. Tragedi 11 September 2001 menjadi peristiwa yang sering ditafsirkan sebagai kebangkitan terorisme Islam.

Pada dasarnya definisi terorisme tidak terlepas dari pertarungan kepentingan. Dengan kata lain, bisa jadi tidak ada umat Islam yang menjadi teroris. Ada pihak-pihak tertentu yang berupaya memojokkan umat Islam. Di sinilah pentingnya untuk mengklarifikasi kepada masyarakat Internasional dan menyebarkan ajaran perdamaian yang menjadi intisari dari agama Islam.

Dalam Al-Quran surat Al-Hujurat/49:13, Allah berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (al-Hujarat 49:13).

Kita perlu menggarisbawahi bahwa perbedaan suku dan bangsa dimaksudkan Allah sebagai arena saling mengenal dan memahami. Perbedaan suku dan bangsa menimbulkan konsekuensi munculnya perbedaan tradisi, kebudayaan, cara pandang, dan nilai-nilai. Karena itu perbedaan adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya.

Kesalahpahaman sering terjadi antara masyarakat Barat dan Islam. Hal ini bisa jadi lantaran kurangnya pengenalan masing-masing pihak terhadap yang lain. sehingga kecurigaan, arogansi, bersikap pre-emptive, dst adalah persoalan kurangnya informasi terhadap yang lain. Hubungan yang tidak harmonis, sebagaimana diceritakan dalam sejarah Islam dan Barat salah satu faktornya adalah tidak adanya perkenalan yang mendalam satu sama lain.

Islam adalah agama perdamaian. Kontribusi Islam untuk perdamaian dunia dan regional, sedemikian besar dalam sejarah umat manusia. Menurut Islam, tujuan utama penciptaan manusia adalah saling mengenal dan hidup dalam damai. Untuk hal ini kita akan mengacu pada sejumlah ayat Al-Quran. Kaum Muslim tidak diizinkan untuk berperang, kecuali mereka diusir dari rumah-rumah mereka karena masalah agama.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, surat Al-Hajj, ayat 39 dan 40, sebagai berikut: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka; (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

Hal yang sama juga terdapat dalam surat al-Mumtahinah /60:8-9, Allah berfirman: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tiada (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Tentu saja kita menyayangkan jika ada beberapa orientalis yang menuduh bahwa Islam sebagai agama pedang. Namun kita juga tidak boleh menggeneralisasi bahwa semua masyarakat Barat menilai Islam sebagai agama pedang. Karena dalam faktanya kita dapat melihat banyak pula kaum orientalis yang berpandangan sangat apresiatif terhadap kiprah Islam.

Kekerasan atau konflik bukanlah sejarah yang identik dengan umat Islam. Meluasnya pengaruh Islam ke penjuru dunia dan konversi agama dari non Islam kepada Islam tidak didukung oleh militer sebagai faktor utamanya, melainkan oleh nilai-nilai yang ditawarkan Islam, yakni pembebasan (futuhat) dan perdamaian (salam).

Sejarah menceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw pindah ke Madinah, beliau menandatangani sebuah kesepakatan dengan para pemimpin berbagai agama, termasuk Yahudi dan Kristen. Dokumen kesepakatan tersebut dikenal dengan Konstitusi Madinah (Mitsaq al-Madinah). Konstitusi ini menyatakan bahwa Muslim bersedia hidup bersama secara damai dengan non-Muslim.

Di Asia Tenggara, Islam berakar dan menyebar dengan relatif damai. Masyarakat berpindah ke Islam secara sukarela. Penduduk lokal berpandangan bahwa Islam adalah agama kesucian, sebagaimana para pedagang Islam India memakai pakaian bersih sambil memperkenalkan agama. Penduduk lokal sebaliknya hampir telanjang sama sekali. Mereka juga melihat Islam sebagai agama bagi kemajuan ekonomi yang dibawa ke Malaysia dan Indonesia oleh para pedagang kaya.

Karena itu, mari kita bangun dan pupuk citra Islam yang damai, santun, dan jauh dari tindak kekerasan maupun konflik antara agama.

No comments: