KELUARGA SAKINAH (5)
SEBAGAI BENTENG BUDAYA KORUPSI
Siti Musdah Mulia
Halaman sebelumnyaKetiga, korupsi tumbuh karena keinginan manusia untuk kaya secara cepat dan instant. Agaknya, manusia sudah diliputi selera instant, seperti dalam iklan mie instant di TV. Keluarga harus mengajarkan kepada semua anggotanya bahwa menjadi kaya tidak dilarang asalkan kekayaan itu diperoleh melalui kerja-kerja yang halal, bukan melalui kegiatan yang tidak terpuji, seperti pungli, pemalsuan dokumen atau melalui aktivitas suap-menyuap. Harta yang dianugerahkan Allah kepada kita pun tidak boleh ditumpuk, tetapi harus didistribusikan untuk sebesar-besar kepentingan dan kemaslahatan umat. Sejak kecil, anak-anak perlu dibiasakan hidup hemat dan bekerja keras, serta membiasakan untuk tidak mengambil barang milik orang lain dengan cara yang tidak benar. Kebahagiaan manusia tidak terletak dari banyak dan sedikitnya harta yang dimiliki, melainkan terletak pada suasana batin yang selalu ingat dan bersyukur kepada Sang Pencipta.
Keempat, korupsi terjadi karena manusia terjerat pola hidup materialistik, kapitalistik dan hedonistik. Manusia berlomba-lomba memenuhi selera biologisnya yang tidak pernah puas. Punya satu mobil ingin mobil kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap muncul merek mobil terbaru, pikirannya lalu tidak bisa tenang sebelum mendapatkannya. Demikian halnya dengan rumah, pakaian, dan asesoris lainnya. Pendek kata manusia seperti ini menjadi budak bagi dirinya sendiri, budak bagi hasrat badaninya sendiri, dan budak bagi materi yang selalu didambakannya. Batinnya tidak pernah merasa puas, melainkan selalu dahaga dan gersang, meskipun hidupnya penuh dibalut dengan kemegahan dan kemewahan harta yang bergelimpangan. Keadaan ini persis seperti gambaran dalam hadis Nabi saw:"Rasullullah saw bersabda: "Celakalah hamba dinar dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi ia puas dan apabila tidak diberi ia menggerutu kesal. (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah).
Mengantisipasi hal ini, keluarga hendaknya secara dini menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, kebersahajaan, dan keikhlasan. Dan yang tidak kurang pentingnya adalah menanamkan kesadaran kepada anggota keluarga bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan kehidupan yang abadi tersedia di akhirat nanti. Karena itu, kehidupan dunia yang cuma sementara ini harus diisi secara maksimal dengan amal-amal saleh yang akan menjadi bekal bagi kehidupan kelak. Selain itu, keluarga juga harus menanamkan kesadaran bahwa semua yang kita miliki berupa harta benda apapun akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Sang Pencipta. Kita akan ditanyai dari mana asal-usul harta tersebut dan bagaimana kita menggunakannya.
Melalui mekanisme kontrol yang ketat inilah diharapkan keluarga berfungsi menjadi benteng bagi tumbuhnya budaya korupsi di masyarakat. Jika setiap keluarga mampu melakukan kontrol yang efektif terhadap setiap anggotanya maka dapat diprediksikan bahwa generasi mendatang akan bebas dari perilaku korupsi. Ketika itulah negara dan bangsa kita akan menikmati ketenteraman dan kejayaan di bawah limpahan karunia Tuhan, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur`an: "baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur."
Halaman: 1 2 3 4 [ 5 ]
No comments:
Post a Comment