Oleh :Muhammad Niam Sutaman
Konferensi menteri luar negeri negara-negara OKI telah dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2007 di Islamabad, Pakistan. Konferensi yang dihadiri sekitar 400 delegasi negara-negara OKI tersebut telah mengeluarkan tiga dokumen penting, yaitu resolusi tentang berbagai isu global yang dihadapi umat Islam, komunike, dan Deklarasi Islamabad. Semua hasil konfrensi tersebut merupakan seruan negara-negara Muslim dalam merespons perkembangan percaturan politik global saat ini, khususnya yang terkait dengan umat Islam dan negara-negara Muslim.
Salah satu isi Deklarasi Islamabad yang sengat menarik untuk digaris bawahi selain dukungan negara-negara OKI terhadap program nuklir Iran untuk tujuan damai dan seruan penyelesaian damai masalah nuklir Iran adalah komitmen bersama negara-negara OKI dalam mengkonter islamopobia dan terorisme.
Deklarasi tersebut mengisyaratkan sebuah kesadaran dari dunia Islam bahwa trend islamophobia di kalangan masyarakat global tidak kunjung reda dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Islamophobia adalah sikap takut berlebihan dalam melihat Islam dan umat Islam sehingga cenderung mengunakan kacamata negatif. Islam dipandang sebagai kelompok monolitik yang statis dan antiperubahan. Islam dilihat sebagai kelompok lain di dunia ini yang tidak mempunyai nilai bersama yang bisa di-share dengan kelompok lain. Islam dilihat sebagai agama yang mengajarkan barbarisme, irasional, primitif, agresif, prokekerasan dan terorisme. Ajaran Islam juga dianggap telah menjelma menjadi ideologi politik yang bertujuan untuk membangun kekuatan politik dan militer anti-Barat. Islamophobia tersebut telah melahirkan sikap memusuhi Islam di kalangan masyarakat non-Muslim dan menuangkan justifikasi untuk melakukan sikap diskrimintatif terhadap umat Islam.
Dewasa ini islamophobia telah cukup meresahkan umat Islam. Kekerasan fisik terhadap masyarakat minoritas Muslim semakin sering terjadi. Diskriminasi hukum dan sosial yang dilakukan secara sistematis terhadap pengikut agama Islam di beberapa negara berpenduduk minoritas Muslim juga sudah menjadi berita rutin yang kita dengar.
Sikap presangka terhadap Islam juga muncul dalam bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai dan elemen-elemen suci Islam, seperti yang terjadi dalam kasus kartun Nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu. Ini sangat tidak manusiawi, karena mereka memandang secara setereotip negatif terhadap satu kalangan masyarakat berdasarkan agama.
Bagi dunia Islam, tumbuhnya islamophobia layak mendapatkan perhatian serius. Sikap tersebut tidak hanya merusak citra agama Islam sebagai agama yang cinta damai dan antikekerasan, tetapi juga akan merugikan dunia Islam dalam percaturan global khususnya di bidang politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan serta sains dan teknologi.
Faktor eksternal dan internal
Munculnya sikap islamopobia tidak lepas dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah peran media Barat dan buku-buku kajian Islam dari Barat yang lebih banyak mengekspos wajah Islam dan umat Islam yang penuh kekerasan dan menyeramkan. Kejadian 11 September 2001 dan setelahnya telah menjadi momentum bagi media dan penulis Barat untuk semakin memojokkan Islam dan umat Islam.
Begitu juga kebijakan politik global dunia Barat, dipimpin Amerika Serikat yang telah melahirkan berbagai gejolak politik di berbagai kawasan Muslim seperti di Afghanistan, Irak, dan Iran telah melahirkan citra image negatif terhadap dunia Islam. Kebijakan itu menempatkan Islam sebagai musuh Barat yang antikemajuan dan antitoleransi. Survei yang dilakukan Council on American Islamic Relations (CAIR) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa perang Irak telah semakin mengintensifkan sikap islamophobia di masyarakat Amerika Serikat. Kekerasan yang ditujukan kepada umat Muslim AS telah meningkat hingga 29 persen pada tahun 2006.
Namun faktor internal dunia Islam yang mendorong islamopobia juga tidak kalah kuatnya. Konflik politik internal di negara-negara mayoritas Muslim yang diwarnai konflik senjata dan kekerasan masih tak kunjung reda. Konflik politik internal Pakistan antara kalangan partai Islam dan pendukung Musharraf yang pro-Barat baru-baru ini telah menampilkan citra pengikut Islam yang semakin seram. Begitu juga konflik internal di Darfur Sudan, Somalia dan Thailand Selatan telah semakin memperkuat asumsi bahwa relasi antara Islam dan kekerasan sulit dipisahkan.
Belum lagi konflik sekterianisme ekstrem yang juga menimbulkan korban-korban yang terus bertambah seperti yang sering terjadi di Irak dan Pakistan antara pengikut Sunni dan Syiah. Kondisi ini telah melahirkan rasa takut terhadap Islam yang berlebihan di kalangan pengikut agama non-Islam. Ketakutan terhadap Islam radikal yang semula ada di hati mereka telah berubah menjadi ketakutan terhadap Islam secara keseluruhan.
Tantangan berat OKI
Islamophobia telah menjadi ancaman laten dunia Islam saat ini. Misi menangkal islamophobia merupakan tantangan yang sangat berat bagi negara-negara OKI. Dialog antaragama dan kepercayaan yang selama ini sudah berjalan tidak hanya harus diformat ulang sesuai kondisi politik global saat ini, namun juga harus semakin diintensifkan. Dialog seperti ini juga harus semakin diperluas ke fora-fora internasional dan diperluas ke arah upaya membentuk dialog antarkekuatan politik global.
Komitmen bersama negara-negara OKI dalam memerangi terorisme juga harus semakin efektif, dengan menyentuh akar-akar terorisme seperti penyelesaian konflik nasional dan regional, pengembalian hak asasi dan hak politik kepada kelompok yang tertindas atau terjajah wilayahnya. Koordinasi antaranggota OKI dalam mengatasi masalah terorisme harus semakin ditingkatkan. Selain itu faktor-faktor lain yang terkait secara tidak langsung dengan masalah terorisme seperti masalah penanggulangan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan umat Islam, dan sebagainya juga harus menjadi fokus perhatian OKI.
No comments:
Post a Comment