Cerita Luqmanul Hakim dan keledainya sudah sangat populer, terutama di kalangan pesantren dan anak-anak Muslim. Dalam cerita tersebut, dikisahkan cara unik Luqmanul Hakim mendidik putranya tentang keyakinan dalam mengambil keputusan.
Dikisahkan, Luqman memerintahkan putranya membawa seekor keledai. Mereka melakukan perjalanan. Luqman menunggang keledai, sedangkan putranya mengiringi dengan berjalan kaki. Di pasar, orang-orang mencibir Luqman. ''Lihatlah, ayahnya membiarkan anaknya jalan kaki, sedangkan dia enak saja naik keledai.''
Mendengar cibiran itu, mereka berganti posisi. Luqman yang menghela keledai, sedangkan anaknya naik di punggung keledai. Mereka melanjutkan perjalanan. Di perjalanan, mereka bertemu dengan sejumlah orang yang juga mencibir. ''Dunia sudah gila. Hei ... anak muda, mengapa kau biarkan ayahmu yang tua jalan kaki, sedangkan kau enak-enak naik keledai!''
Karena celaan itu, Luqman dan anaknya memutuskan sama-sama jalan kaki dan membiarkan keledai melenggang tanpa penumpang. Keputusan inipun dicela banyak orang. Luqman dan anaknya dianggap bodoh karena tidak menggunakan keledai sebagai tunggangan.
Terus dicela --karena semua dianggap salah-- akhirnya Lukqman dan anaknya memutuskan untuk memanggul keledai itu dengan sebatang bambu yang kuat. Apa yang terjadi? Luqman justru semakin dikecam dan dianggap sebagai orang gila. ''Keledai yang sehat itu bukan ditunggangi, malah dipanggul. Dasar orang gila!''
Inilah pelajaran yang diberikan Luqman kepada anaknya: ''Apabila kamu terus mengikuti pendapat orang lain, kamu tidak akan mampu mengambil keputusan, karena setiap keputusan yang kamu ambil akan dinilai salah. Kuatkan keyakinanmu dalam mengambil keputusan.''
Kisah sufi ini menjelaskan bahwa tidak mudah mengambil keputusan apabila pertimbangannya adalah pendapat orang lain. Setiap orang memiliki pendapat dalam sudut pandang berbeda, apalagi didasarkan pada kepentingan masing-masing.
Luqman telah mencoba untuk akomodatif terhadap pendapat banyak orang, namun tetap saja dicela. Tidak ada yang sempurna, karena tidak pernah ada keputusan yang dapat memuaskan semua orang. Bahkan, acapkali tidak pula bisa memuaskan diri sendiri. Karena itu, kata Luqman, ''Kuatkan keyakinanmu dalam mengambil suatu keputusan.''
Rasulullah SAW yang menjalankan tugas mulia untuk membawa manusia ke jalan kebenaran, kemuliaan tidak saja dikecam tapi juga dimusuhi, diperangi, dan bahkan dirayu dengan harta benda. Rasulullah menghadapi semuanya itu dengan segala risiko, karena tidak mencari popularitas. Nabi Muhammad tetap pada keputusannya, melaksanakan tugas dari Allah SWT untuk kebaikan manusia. Itulah tujuannya.
Keputusan harus diambil meski sangat tidak popular jika diyakini baik untuk kemajuan dan kepentingan banyak orang. Inilah salah satu yang membedakan seorang pengambil keputusan dengan seorang penghibur. Seorang pengambil keputusan siap untuk tidak populer, sedangkan penghibur harus meraih popularitas. Semakin banyak pujian dan tepuk tangan karena peran yang dibawakannya, semakin sukses dia sebagai penghibur. Itulah ukuran keberhasilannya.
Luqmanul Hakim telah mengikuti semua yang disarankan kepadanya, bahkan dengan susah payah memikul keledainya. Luqman berpesan kepada putranya --juga kepada kita, ''Catat wahai anakku, kau harus memiliki keyakinan kuat dan ketetapan hati dalam mengambil keputusan.''
No comments:
Post a Comment