Meneropong Masa Depan Pendidikan Islam
DI era globalisasi yang mengedepankan kemampuan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan mutu pendidikan, semua pihak dituntut untuk terus meningkatkan kualitas di berbagai lini. Hal ini mengingat, hanya mereka yang mumpuni di bidang SDM dan pendidikan-lah yang akan mampu bersaing dalam meningkatkan kesejahteraan dan perubahan kualitas hidup. Dunia Barat menjadi bukti, betapa kekuatan ilmu dan kemajuan serta kualitas pendidikan mengantarkan mereka menjadi kelompok negara maju dan disegani.
Bagaimana dengan umat Islam? Harus diakui masih sangat jauh dari harapan. Dunia Islam yang sejauh ini identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan masih harus bekerja super-keras untuk dapat mengentaskan nasib mereka dari keterpurukan tersebut. Dalam dunia pendidikan misalnya, keterpurukan itu sangat telanjang dan menjadi pemandangan umum di hampir setiap negara berpenduduk mayoritas Muslim. Beranjak dari kenyataan inilah, Center for Moderate Moslem (CMM) Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dakwah Islamiyah Malaysia (YADIM) menyelenggarakan lokakarya bertajuk Konsep dan Managemen Pendidikan Islam, pada 3-6 Agustus, di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Hadir sebagai peserta dari kedua pihak antara lain Angkatan Belia Muslim Malaysia (ABIM), Sekolah Terpadu Adni (Malaysia) selain utusan YADIM sendiri. Sedangkan dari Indonesia adalah SMU Lazuardi, SMP Bina Insani Bogor, SMU Insan Cendekia Serpong, SD Muhammadiyah Rawamangun, SMU PGII 1 Bandung, SMP Al-Kautsar Sukabumi, SMP Darul Hikam Bandung, SD Al-Sukro Ciputat, SD Madania Bogor, TK Al-Fath Ciputat, TK Al-Izhar Pondok Labu, TK Al-Azhar 1 Kebayoran Baru, Play Grup Kutilang Ciputat, dan TK Azkia Padang. Kesemua lembaga pendidikan tersebut adalah model sekolah terpadu dan unggulan.
Dalam sambutan pembukaan, Sekda Sumatera Barat yang mewakili Gubernur Sumbar, Yohannes Dahlan mengatakan, kegiatan lokakarya pendidikan ini sangat penting, dan diharapkan dapat membuat terobosan-terobosan baru yang dapat dijadikan model bagi peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam. Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Direktur CMM, KH Dr dr Tarmizi Taher, serta Presiden YADIM Datuk Mohd. Nakhaie.
Seluruh peserta yang berjumlah 50 orang itu sepakat, bahwa pendidikan Islam harus terus dikembangkan ke arah yang lebih baik dan lebih mengedepankan pola managemen dan mutu pendidikan yang berkualitas. Namun demikian, mereka mengakui bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, tantangan dan hambatan di depan mata tidaklah ringan.
“Yang paling menonjol adalah hambatan minimnya SDM yang berkualitas dan terbatasnya dana,” ungkap Prof Dr Salman Harun. Pengajar pada fakultas Tarbiyah UIN Jakarta ini menambahkan, meski banyak hambatan dan tantangan, hal itu harus menjadi pelecut atau motivator bagi upaya keras peningkatan mutu pendidikan Islam.
Dalam konteks keterbatasan dana, menurut Tarmizi Taher, sebenarnya hal itu dapat diatasi bila saja pemerintah serius merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. “Anggaran itu cukup besar, bahkan bisa menggratiskan biaya sekolah. Memang dibutuhkan komitmen yang kuat semua pihak, khususnya pemerintah,” jelas mantan Menag RI itu. Sayangnya, anggaran itu hingga kini belum bisa direalisasikan seluruhnya.
Salah seorang pembicara asal Malaysia, Prof Dr Sidek Baba, yang juga pengajar di Universitas Antar Bangsa Malaysia mengatakan, salah satu faktor ketertinggalan umat Islam di bidang pendidikan adalah karena memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama. “Keterpaduan atau sinergi kedua ilmu justru amat penting. Islam tak mengenal pemisahan ilmu. Dulu, di abad pertengahan, dunia Islam maju karena para ilmuwan dan umat Islam memadukan ilmu umum dan ilmu agama. Tapi kini keduanya dipisah,” jelas Baba. Untuk itu, tambahnya, kalau umat Islam mau maju, kedua ilmu itu harus disinergikan kembali.
Lokakarya kali ini sengaja mengupas managemen pendidikan, khususnya pada tingkat sekolah TK hingga menegah atas. Sementara, kata Datuk Nakhaie, untuk pendidikan tinggi, hal serupa akan diselenggarakan di Malaysia dalam waktu tak lama. AT
Bagaimana dengan umat Islam? Harus diakui masih sangat jauh dari harapan. Dunia Islam yang sejauh ini identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan masih harus bekerja super-keras untuk dapat mengentaskan nasib mereka dari keterpurukan tersebut. Dalam dunia pendidikan misalnya, keterpurukan itu sangat telanjang dan menjadi pemandangan umum di hampir setiap negara berpenduduk mayoritas Muslim. Beranjak dari kenyataan inilah, Center for Moderate Moslem (CMM) Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dakwah Islamiyah Malaysia (YADIM) menyelenggarakan lokakarya bertajuk Konsep dan Managemen Pendidikan Islam, pada 3-6 Agustus, di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Hadir sebagai peserta dari kedua pihak antara lain Angkatan Belia Muslim Malaysia (ABIM), Sekolah Terpadu Adni (Malaysia) selain utusan YADIM sendiri. Sedangkan dari Indonesia adalah SMU Lazuardi, SMP Bina Insani Bogor, SMU Insan Cendekia Serpong, SD Muhammadiyah Rawamangun, SMU PGII 1 Bandung, SMP Al-Kautsar Sukabumi, SMP Darul Hikam Bandung, SD Al-Sukro Ciputat, SD Madania Bogor, TK Al-Fath Ciputat, TK Al-Izhar Pondok Labu, TK Al-Azhar 1 Kebayoran Baru, Play Grup Kutilang Ciputat, dan TK Azkia Padang. Kesemua lembaga pendidikan tersebut adalah model sekolah terpadu dan unggulan.
Dalam sambutan pembukaan, Sekda Sumatera Barat yang mewakili Gubernur Sumbar, Yohannes Dahlan mengatakan, kegiatan lokakarya pendidikan ini sangat penting, dan diharapkan dapat membuat terobosan-terobosan baru yang dapat dijadikan model bagi peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam. Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Direktur CMM, KH Dr dr Tarmizi Taher, serta Presiden YADIM Datuk Mohd. Nakhaie.
Seluruh peserta yang berjumlah 50 orang itu sepakat, bahwa pendidikan Islam harus terus dikembangkan ke arah yang lebih baik dan lebih mengedepankan pola managemen dan mutu pendidikan yang berkualitas. Namun demikian, mereka mengakui bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, tantangan dan hambatan di depan mata tidaklah ringan.
“Yang paling menonjol adalah hambatan minimnya SDM yang berkualitas dan terbatasnya dana,” ungkap Prof Dr Salman Harun. Pengajar pada fakultas Tarbiyah UIN Jakarta ini menambahkan, meski banyak hambatan dan tantangan, hal itu harus menjadi pelecut atau motivator bagi upaya keras peningkatan mutu pendidikan Islam.
Dalam konteks keterbatasan dana, menurut Tarmizi Taher, sebenarnya hal itu dapat diatasi bila saja pemerintah serius merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. “Anggaran itu cukup besar, bahkan bisa menggratiskan biaya sekolah. Memang dibutuhkan komitmen yang kuat semua pihak, khususnya pemerintah,” jelas mantan Menag RI itu. Sayangnya, anggaran itu hingga kini belum bisa direalisasikan seluruhnya.
Salah seorang pembicara asal Malaysia, Prof Dr Sidek Baba, yang juga pengajar di Universitas Antar Bangsa Malaysia mengatakan, salah satu faktor ketertinggalan umat Islam di bidang pendidikan adalah karena memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama. “Keterpaduan atau sinergi kedua ilmu justru amat penting. Islam tak mengenal pemisahan ilmu. Dulu, di abad pertengahan, dunia Islam maju karena para ilmuwan dan umat Islam memadukan ilmu umum dan ilmu agama. Tapi kini keduanya dipisah,” jelas Baba. Untuk itu, tambahnya, kalau umat Islam mau maju, kedua ilmu itu harus disinergikan kembali.
Lokakarya kali ini sengaja mengupas managemen pendidikan, khususnya pada tingkat sekolah TK hingga menegah atas. Sementara, kata Datuk Nakhaie, untuk pendidikan tinggi, hal serupa akan diselenggarakan di Malaysia dalam waktu tak lama. AT
No comments:
Post a Comment