Friday, May 25, 2007

Momentum Idul Adha:
Tingkatkan Semangat Solidaritas dan Berkorban


AKHIR 2006, umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Hari Idul Adha atau hari raya kurban merupakan salah satu hari besar agama Islam yang dirayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari tersebut, umat Islam disunahkan melaksanakan shalat Ied dua rakaat dan melakukan pemotongan hewan kurban, seperti unta, sapi, dan kambing. Di samping itu, umat Islam juga disunahkan untuk menunaikan puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Kurban berasal dari kata qoruba-yaqrabu-qurbanan, yang artinya mendekatkan diri. Sering juga disebut udhhiyyah atau adh dhahiyyah, yaitu nama binatang sembelihan seperti unta, sapi, dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Kurban dan hari-hari tasyrik, yakni tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah sebagai sarana taqarrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah SWT.

Makna utama hari raya Idul Adha adalah adanya kesediaan untuk berkorban sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Tantangan sekarang adalah bagaimana masyarakat bisa saling berbagi dan saling menolong sesama umat manusia dari berbagai suku, agama, dan lain-lain. Sikap empati dan simpati terhadap nasib sesama manusia merupakan inti dari perayaan hari raya Idul Adha. Di sebagian masyarakat, terutama yang ada di pedesaan, sikap peduli, tolong-menolong, dan gotong royong masih sangat kental dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin, menengarai kerelaan berkorban bagi kepentingan masyarakat luas sangatlah sukar ditemui saat ini. Keengganan berkorban itu, antara lain karena mereka salah memaknai korban. Selama ini, katanya, kurban lebih sering diartikan sebagai menyembelih kambing, kerbau atau sapi. Menurut Ma’ruf, Idul Adha agaknya memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia sekarang ini. Khususnya pada saat situasi negara kita yang justru bertolakbelakang dengan semangat berkurban.

“Keinginan serta rasa tamak berebut kekuasaan justru lebih mengemuka pada tahun-tahun setelah bergulirnya reformasi. Muncul keprihatinan lantaran nyaris tak terlihat ada kerelaan berkorban bagi kepentingan masyarakat banyak, kecuali pernyataan politis,” ujarnya.

Jika semangat ingin menang terus menjadi bagian tindak laku, kata Ma’ruf, maka jangan heran bila kemudian kekerasan terus menjadi bagian keseharian kehidupan bangsa. “Harapan kita, Idul Adha mampu menyadarkan para pemimpin dengan tidak hanya memaknai penyerahan hewan korban menjadi sekadar seremoni dan simbolis saja,” jelasnya.

Lebih jauh Ma’ruf menyatakan, ada hal penting dalam pelaksanaan ibadah kurban. Bahwa, umat Muslim harus selalu memperhatikan kehidupan kaum fakir miskin. Apabila sifat suka berkorban ini meresap ke jiwa seluruh umat Islam, insya Allah akan terwujud ketenangan dan kedamainan dalam masyarakat.

“Bila sebaliknya, nantinya akan kian dekat jurang pemisah antara si kaya dan miskin, antara penguasa dengan rakyat jelata,” tegasnya.

Kini, sambung Ma’ruf, yang muncul adalah kecenderungan timbulnya sikap yang justru mengorbankan orang banyak demi kepentingan pribadi atau kelompok. “Saya kira, bila ditanya pelajaran yang dapat diambil dari Idul Adha itu, maka jawabannya adalah perlunya perubahan sikap dan orientasi dari semua elemen bangsa yang mengutamakan kepentingan dan kemashlahatan bersama guna mewujudkan negeri rahmatan lil alamin,” ujarnya.

Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menggarisbawahi spirit yang dibawa oleh Idul Kurban. Hari raya tersebut, kata dia, memberikan kembali keharusan hadirnya semangat berkorban, keberpihakan yang kaya kepada yang miskin.

“Ternyata pengorbanan atau jiwa berkorban adalah sesuatu yang tidak sia-sia tapi sesuatu yang sangat bermanfaat untuk menyegarkan kembali semangat kehidupan yang gotong royong, saling menolong, dan saling peduli,” ujarnya.

Ibadah kurban, menurut Hidayat, mendatangkan dua taqarrub (pendekatan) sekaligus, yakni taqarrub kepada Allah SWT dan kepada manusia. “Ini dua dimensi, yaitu hablum minallah dan hablum minannas yang menjadi ciri utama dari ajaran Islam,” jelasnya.

Taqarrub kepada sesama, ujar Hidayat, menghadirkan dorongan keberagamaan yang bukan hanya menjadi kesalehan individual tapi juga kesalehan sosial.

“Jadi, Allah seolah-olah mendorong umat untuk mengasah kepekaan sosialnya dengan hadirnya Idul Kurban di tengah beragam musibah yang terjadi,” tegasnya.

No comments: