Menyambut Puasa
Salah satu doa yang selalu dibaca oleh Rasulullah SAW apabila memasuki bulan Rajab adalah: "Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab, keberkahan di bulan Sya'ban, dan sampaikanlah usia kami pada bulan Ramadhan." Melalui doa ini, Rasulullah mengingatkan kita betapa bulan Ramadhan itu, bulan yang harus senantiasa ditunggu-tunggu kehadirannya oleh orang-orang yang beriman.
Bulan Ramadhan itu, di samping bulan ibadah yang memanen pahala, sekaligus bulan latihan untuk membangun jati diri orang yang beriman, untuk ditingkatkan menjadi orang yang bertakwa, yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, yang sangat dibutuhkan dalam membangun masyarakat yang sejahtera. Sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Paling tidak ada tiga kecerdasan yang perlu ditumbuhkan melalui latihan-latihan selama ibadah di bulan suci Ramadhan. Pertama, Kecerdasan emosional. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri dalam merespons berbagai macam keadaan. Pengendalian diri ketika mencintai dan membenci sesuatu supaya tidak berlebih-lebihan. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda: "Cintailah sesuatu itu (orang yang kamu cinta) secara sederhana, karena boleh jadi engkau akan membencinya pada suatu ketika, dan bencilah sesuatu itu (orang yang kamu benci), secara sederhana, karena boleh jadi engkau akan cinta padanya suatu ketika."
Pengendalian diri ketika berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pendapat dengan kita atau mungkin berseberangan dengan kita, untuk tetap menganggap mereka sebagai saudara sesama anak bangsa. Bahkan dengan sikap ini diharapkan budaya saling memaafkan akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim, Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah puasa itu hanya (menahan diri) dari makan dan minum saja. Sesungguhnya puasa itu (meninggalkan) perbuatan yang tidak ada gunanya, dan ucapan kotor. Jika ada seseorang yang menghinamu, membodoh-bodohkanmu, maka katakanlah bahwa aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa (tiga kali)."
Kecerdasan emosional semacam itu, akan mengikis sifat saling dengki-mendengki antara sesama anak bangsa, antara suku dan etnis, bahkan antarpemeluk agama yang berbeda. Dengan kecerdesan ini, diharapkan kita dapat melaksanakan tiga hal yang disebut dengan afdhalul fadhail (perbuatan yang paling utama di antara yang utama), yaitu: bersilaturahmi dengan orang yang memutuskannya, memberi pada orang yang tidak pernah memberi, dan memaafkan orang yang berlaku kurang baik pada kita. (HR Imam Thabrani dari Mu'adz bin Jabal).
Kedua, kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini berkaitan dengan arah dan tujuan hidup yang jelas, yaitu bukan semata-mata ingin mendapatkan jabatan dan materi yang sebanyak-banyaknya, sehingga mempergunakan dan menghalalkan berbagai macam cara. Akan tetapi, juga kebahagiaan yang bersifat ruhaniyah yang dilandasi dengan ajaran agama. Kejujuran, keadilan, jauh dari budaya dan perilaku syirik yang ditanamkan melalui ibadah shaum, akan menghantarkan pada kenikmatan hidup yang hakiki, dan kecerdasan spiritual yang tinggi.
Setiap orang akan merasakan betapa jujur, adil dan amanah adalah sesuatu yang sangat indah dan sangat nikmat. Hidup akan terasa gersang dan hampa apabila tidak dibingkai oleh sifat-sifat tersebut. Rakus, tamak, dan korup pasti akan selalu dijauhkan dalam kamus kehidupan orang yang memiliki kecerdasan spiritual, karena ia sadar, bahwa kerakusan dan ketamakan akan membawa pada kefakiran. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani: "Jauhilah oleh kalian sifat tamak (rakus), karena sesungguhnya sifat ini (tamak/rakus) adalah kemiskinan yang nyata."
Kecerdasan spiritual akan membawa pula pada sikap berpikir untuk senantiasa membawa ajaran agama dalam seluruh tatanan kehidupan. Tidak ada dikotomi dan tidak ada sekularisasi dalam kehidupannya. Semua harus terkait dengan ketentuan Allah SWT. Ketika beraktivitas di masjid, di pasar, di kantor-kantor pemerintahan, di kampus, di jalan raya, maupun di dalam keluarga. Hal ini sejalan pula dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 208 yang artinya: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang sangat nyata."
Ketiga, kecerdasan sosial. Kecerdasan dalam pengertian selalu memiliki rasa empati, simpati dan selalu ingin menolong orang yang mendapatkan kesulitan dalam kehidupannya. Kecerdasan sosial ini, akan mengikis habis sifat egois, kikir dan materialis, dan digantinya dengan sifat kedermawanan. Ibadah shaum melatih dan mengajarkan seseorang untuk merasakan betapa beratnya haus dan lapar itu. Padahal haus dan laparnya orang yang berpuasa bersifat sementara dan terbatas, yaitu mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Bagaimana halnya dengan orang yang sepanjang hidupnya merasakan lapar, haus dan dahaga? Tidaklah pantas membiarkan mereka dalam keadaan lapar dan haus tersebut secara terus-menerus. Ibadah shaum menanamkan, bahwa kita adalah bagian dari mereka dan mereka pun adalah bagian dari kita. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: "Engkau akan melihat orang-orang yang beriman dalam kasih sayang mereka, dalam kecintaan mereka dan dalam keakraban mereka antar sesamanya adalah bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasakan sakit, maka sakitnya itu akan merembet ke seluruh tubuhnya, sehingga (semua anggota tubuhnya) merasa sakit, dan merasakan demam (karenanya)."
Bagi orang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi, yang terimplementasikan dalam sikap kedermawanan, akan mendapatkan anugerah kedekatan atau takarrub dengan Allah SWT dan dengan sesama manusia. Dan sebaliknya, orang yang asosial dan bakhil akan mendapatkan adzab, jauh dari Allah dan jauh dari manusia. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda: "Orang yang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Dan orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka. Orang yang jahil (bodoh) tapi pemurah, itu lebih dicintai Allah daripada ahli ibadah tapi bakhil."
Selamat menunaikan ibadah shaum. Semoga akan dapat meningkatkan kualitas kecerdasan kita, sehingga kita akan semakin mampu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang semakin hari semakin kompleks dan semakin berat. Wallahu A'lam bi ash-Shawab.
No comments:
Post a Comment